Tentang Saya

Statistik

Sabtu, 29 Maret 2014

Regulasi Kosmetik di Eropa dan ASEAN

MAKALAH
REGULASI KOSMETIK DI EROPA DAN ASEAN
 








KELOMPOK V
AMRAH ARIEF
BESSE SURWANTI
MUHAMMAD IRSYAD
ABULKHAIR ABDULLAH
MITA PERMATASARI ALI
FEBRIANTI HASDAN SALEH



PRODI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

SAMATA-GOWA
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Regulasi Kosmetik di Negara Maju”  dapat diselesaikan yang alhamdulillah tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang tim penulis hadapi. Namun tim penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah  ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dosen dan kerabat, sehingga kendala-kendala yang tim penulis hadapi teratasi.
Tim Penulis sadar, penyusunan makalah ini  masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penyusunan  makalah  yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi  sumbangan pemikiran tersendiri bagi masyarakat khususnya bagi para mahasiswa sebagai tambahan ilmu dan informasi terutama dalam pengetahuan mengenai regulasi kosmetik khususnya di negara maju.


Samata,      Maret 2014


          Penulis



DAFTAR ISI

SAMPUL......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang........................................................................................... 4
B.       Rumusan Masalah...................................................................................... 5
C.       Tujuan........................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN
A.      Sejarah Kosmetik....................................................................................... 6
B.       Regulasi Kosmetik di Benua Eropa........................................................... 8
C.       Regulasi Kosmetik di ASEAN............................................................. 9

BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan.............................................................................................. 15
B.       Saran........................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 16





BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar  Belakang
Istilah kosmetika sendiri berasal dari bahasa yunani yaitu Kosmetikos yang berarti keahlian dalam menghias (Retno I.S. Tranggono, 1992 :28). Uraian di atas menjelaskan bahwa yang dimaksud kosmetika adalah suatu campuran bahan yang digunakan pada tubuh bagian luar dengan berbagai cara untuk merawat dan mempercantik diri sehingga dapat menambah daya tarik dan menambah rasa percaya diri pemakaian dan tidak bersifat mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit tertentu (Permenkes RI No.445/MenKes/Per/V/1998). Sekarang ini telah banyak produk kosmetika yang beredar di pasaran dengan berbagai macam merk dan bentuk. Kosmetika tersebut memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda-beda, seperti halnya kosmetika penghilang bau badan yang kini dibuat dengan berbagai bentuk, misalnya parfum berbentuk spray yang penggunaannya dengan cara disemprotkan, splash cologne dengan bentuk cair uang penggunaanya dengan cara dipercikkan dan deodorant berbentuk rollon yang penggunaannya dengan cara dioleskan,dll. Kosmetik terbagi atas kosmetik tradisional dan kosmetik modern. Kosmetika Tradisional adalah kosmetika alamiah atau kosmetika asli yang dapat dibuat sendiri langsung dari bahan-bahan segar atau yang telah dikeringkan, buah-buahan dan tanam-tanaman disekitar kita. Kosmetika Modern adalah kosmetika yang diproduksi secarapabrik (laboratorium), dimana telah dicampur dengan zat-zat kimia untuk mengawetkan kosmetika tersebut agar tahan lama, sehingga tidak cepat rusak. Salah satu tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana regulasi kosmetik di negara-negara maju sehingga kita dapat membandingkan dengan regulasi kosmetik di Indonesia.



B.       Rumusan Masalah
1.             Bagaimana sejarah dan pengertian kosmetik?
2.             Bagaimana regulasi kosmetik di benua Eropa?
3.             Bagaimana regulasi kosmetik di ASEAN?

C.      Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk mengetahui sejarah dari kosmetik serta regulasinya di beberapa benua.










BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Kosmetik
Berdasarkan Permenkes RI No.445/MenKes/Per/V/1998 yang dimaksud dengan Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidemis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Sejak berabad abad yang lalu, kosmetik telah digunakan dan di kenal masyarakat, Hasil riset serta penyelidikan antropologi, arkiologi, dan etnologi di mesir dan india membuktikan adanya pemakaian ramuan seperti bahan pengawet mayat dan salep salep aromatik, yang dianggap sebagai bentuk awal kosmetik yang kita kenal sekarang ini.  Hal ini menunjukkan perkembangan kosmetik dimasa itu, Bukti lain, misalnya, 200 tahun yang lalu, Cleopatra menggunakan susu sebagai rendaman saat mandi, Dia begitu senang karena mendapat manfaat dari laktosa susu untuk kemulusan kulitnya, Sejak saat itu susu digunakan semacam kosmetik dan obat.
Alam yang kaya akan tanaman obat, rempah-rempah, dan lain sebagainya, oleh masyarakat dahulu digunakan sebagai kosmetik tradisional yang mereka olah secara tradisional pula, Misalnya rempah-rempah, ginseng dan lain sebagainya, biasanya digunakan sebagai campuran mandi  para putri-putri raja dahulu, hingga sekarang, kosmetik tradisional tersebut juga masih diminati oleh kebanyakan masyarakat karena dipercaya lebih alami dan memberikan efek yang lebih sehat.
Hippocrates (460 – 370 SM) dan kawan-kawanya mempunyai peran yang penting dalam sejarah  awal pengembangan kosmetik dan kosmetologi modern melalui dasar-dasar dermatologi, diet, dan olahraga sebagai sarana yang baik untuk kesehatan dan kecantikan, Beberapa ahli yang berperan aktif dalam pengembangan kosmetik, antara lain, adalah Comelius Celcus, Discorides, dan Galen, mereka adalah para ahli yang memajukan ilmu kesehatan gigi, bedah plastek, dermitologi, kimia, dan farmasi.
Pada jaman Renaissance (1300 – 1600), Banyak universitas didirikan di Inggris, Eropa Utara, Eropa Barat, dan Eropa Timur  kemudian pada masa itu ilmu kedokteran semakin bertambah luas, hingga kemudian ilmu kosmeti dan kosmetikologi di pisahkan dari ilmu kedokteran (Henri De Medovile, 1260 – 1325).
Kemudian dikenal ilmu kosmetik untuk merias atau decoration yang dipakai untuk pengobatan  kelainan patologi kulit, Hingga pada tahun 1700 – 1900, pembagian tersebut dipertegas lagi dengan Cosmetic  treatment  yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan lainya. Misalnya dermatologi, farmakologi, kesehatan gigi, ophthal –mology, diet, dan sebagainya. Disinilah konsep kosmetologi mulai diletakkan, yang kemudian dikembangkan di Perancis, Jerman, Belanda, dan Italia.
Kosmetik sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “ kosmetikos “  yang berarti ketrampilan menghias, mengatur, namun pada perkembanganya istilah kosmetik telah dipakai oleh banyak kalangan dan profesi yang brbeda, sehingga pengertian kosmetik menjadi begitu luas dan tidak jelas, istilah kosmetologi telah dipakai sejak tahun 1940 di Inggris, Perancis, Jerman. Istilah ini tidak sama bagi tiap profesi yang menggunakanya.
Pada tahun 1970 oleh Jellinek, kosmetologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum-hukum fisika, Biologi, maupun mikrobiologi tentang pembuatan, penyimpanan, dan penggunaan (aplikasi) kosmetik, Selanjutnya di tahun 1997 Mitsui menyebut kosmetologi sebagai ilmu kosmetik yang baru, yang lebih mendalam dan menyeluruh.
Dari mulai abad ke 19, kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu kosmetik tidak hanya untuk kencantikan saja, melainkan juga untuk kesehatan, Perkembangan ilmu kosmetik serta industri secara besar-besaran baru dimaulai pada abad ke-20 (Wall, Jellinek, 1970). Kosmetik menjadi sebuah alat usaha, Bahkan sekarang dengan kemajuan teknologi , kosmetik menjadi sebuah perpaduan antara kosmetik dan obat (Pharmaceutical), atau yang sering desebut kosmetik medis (cosmeticals).
Sejak 40 tahun terakhir, industri kosmetik semakin meningkat, Industri kimia memberi  banyak bahan dasar dan bahan aktif kosmetik, Kualitas dan kuantitas bahan biologis untuk digunakan pada kulit terus meningkat, Banyak para dokter yang terjun langsung dan meningkatkan perhatian terhadap ilmu kecantikan kulit (cosmetodermatology), serta membangun kerja sama yang saling menguntungkan dengan para ahli kosmetik dan ahli kecanikan, Misalnya dalam hal pengetesan bahan baku atau bahan jadi, dan penyusunan formula berdasarkan konsepsi dermatologi atau kesehatan

B.       Regulasi Kosmetik di Benua Eropa
Uni Eropa Directive Kosmetika dari tahun 1976 telah menjadi "tambal sulam" dari 55 amandemen tanpa terminologi koheren. Usulan ini bertujuan untuk memperkuat keamanan produk sambil mengurangi biaya untuk bisnis. Misalnya, persyaratan untuk penilaian keamanan produk dijelaskan dan aturan pemberitahuan disederhanakan untuk kosmetik baru memotong biaya administrasi untuk perusahaan sebesar 50%. Ketentuan yang ada pada larangan dan pentahapan-keluar dari hewan-tes untuk produk kosmetik dengan 2009/2013 tetap tak tersentuh.
Wakil Presiden Komisi Günter Verheugen, bertanggung jawab untuk kebijakan perusahaan dan industri, mengatakan: "Hukum untuk kosmetik adalah contoh bagaimana sebuah legislasi Uni Eropa dapat" matang "untuk penyederhanaan. Bekerja dengan peraturan perundang-undangan 27 transposing berbeda adalah lebih mahal dan memberatkan bagi industri kosmetik dari yang diperlukan. Dengan usulan hari ini kita meningkatkan keamanan produk sambil mengurangi biaya administrasi dan menggaruk undang-undang yang tidak perlu.
Cosmetics Directive menetapkan kerangka hukum untuk menjamin keamanan kosmetik. Perbedaan dalam 27 hukum transposing nasional membuat biaya tambahan untuk industri tanpa berkontribusi terhadap keamanan produk. Banyak ketentuan muncul dalam konteks yang salah dan peraturan rinci zat individu digunakan untuk kosmetik telah terbukti sangat kompleks, sumber daya-intensif dan sulit untuk mengelola. Dengan usulan Peraturan baru Komisi dasarnya mengejar dua tujuan: memastikan tingkat tinggi keamanan produk kosmetik di masa depan dengan memperkuat tanggung jawab produsen dan di pasar aspek kontrol sedangkan memotong beban administrasi yang tidak perlu. 
Untuk tujuan ini, proposal Komisi mengarah ke inter alia:
1.         Mengklarifikasi persyaratan minimum untuk penilaian keamanan produk kosmetik sehingga penguatan lebih lanjut keamanan produk kosmetik ditempatkan di pasar Uni Eropa;
2.         Aturan untuk pelaporan efek yang tidak diinginkan kepada pihak berwenang mengawasi, penarikan produk, dan koordinasi antara otoritas penegakan Negara-negara Anggota;
3.         Sederhana persyaratan pemberitahuan yang memotong biaya administrasi untuk perusahaan kosmetik sebesar 50%;
4.         Menggaruk hukum dan peraturan nasional sebesar lebih dari 3500 halaman teks hukum di Uni Eropa dengan memperkenalkan satu-hukum Uni Eropa untuk kosmetik;
5.         Aturan untuk pelaporan efek yang tidak diinginkan kepada pihak berwenang mengawasi, penarikan produk, dan koordinasi penegakan antara otoritas negara anggota.

C.      Regulasi Kosmetik di ASEAN
Harmonisasi asean Bidang Kosmetik adalah penyeragaman persyaratan teknis peredaran kosmetik di wilayah ASEAN. Harmonisasi bidang kosmetika (ASEAN Harmonized Regulatory Scheme/AHCRS) telah disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN untuk diterapkan di Indonesia sejak 1 Januari 2011. Harmonisasi bidang kosmetika itu mengharuskan adanya sistem pengawasan produk kosmetika setelah beredar di pasaran (post market surveillance).
Adapun tujuan Harmonisasi Regulasi Kosmetik tersebut adalah :
1.         Meningkatkan kerjasama antar negara-negara anggota dalam rangka menjamin keamanan kualitas dan klaim manfaat dari semua kosmetik yang dipasarkan di ASEAN.
2.         Menghapus hambatan perdagangan kosmetik melalui harmonisasi persyaratan teknis serta memberlakukan satu standar.
3.         Meningkatkan daya saing produk-produk ASEAN.
AHCRS itu sebenarnya telah ditandatangani pada 2 September 2003 oleh 10 negara anggota ASEAN. Harmonisasi itu bertujuan untuk meningkatkan kerja sama penjaminan mutu, keamanan, dan klaim manfaat semua produk kosmetika yang dipasarkan di ASEAN.
Selain itu, AHCRS itu diharapkan mampu menghapus hambatan perdagangan melalui harmonisasi persyaratan teknis. Tujuannya, untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, produktivitas, dan daya saing produk ASEAN di pasar global.
Namun, berbagai pertimbangan terutama terkait kesiapan industri dalam negeri yang wajib memenuhi syarat pada ASEAN Cosmetic Directive, Indonesia baru bisa menerapkan harmonisasi AHCRS pada 1 Januari 2011.
Sebelum harmonisasi ASEAN berlaku, produsen atau importir hanya wajib mendaftarkan produk di BPOM sebelum mengedarkan kosmetika di Indonesia. Sistem pengawasan yang berlaku pun menganut kontrol produk sebelum beredar (pre market control).
Setelah era harmonisasi ini berjalan, produsen atau importir harus mengajukan permohonan pengajuan notifikasi pada Kepala BPOM sebelum mengedarkan produknya. Notifikasi itulah nanti yang akan menjadi alat pengawasan pascaperedaran produk.
Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik atau ASEAN Harmonized Cosmetics Regulatory Scheme (AHCRS) ditandatangi oleh 10 negara ASEAN pada tanggal 2 September 2003. Isi dari AHCRS itu sendiri berisi dua schedule, yaitu:
1.         ASEAN Mutual Recognition Arrangement of Product Registration Approval for Cosmetic, yang diterapkan pada tahun 2003-2007.
2.         ASEAN Cosmetic Directive (ACD), yang diterapkan mulai 1 Januari 2008 sampai sekarang.
Setiap produsen kosmetik yang akan memasarkan produknya harus menotifikasikan produk tersebut terlebih dahulu kepada pemerintah di tiap negara ASEAN dimana produk tersebut akan dipasarkan
Setiap produsen yang menotifikasi produknya harus menyimpan data mutu dan keamanan produk (Product Information File) yang siap diperiksa sewaktu-waktu oleh petugas pengawas Badan POM RI (atau petugas lain yang berwenang di tiap negara).
Perbedaan yang mendasar dari harmonisasi ASEAN dengan sistem terdahulu (sistem registrasi) adalah, pada sistem registrasi ada pengawasan sebelum produk beredar (pre market approval) oleh pemerintah, sedangkan pada harmonisasi ASEAN tidak ada, dan hanya ada pengawasan setelah beredar (post market surveillance). Alasannya karena dari analisa penilaian resiko, kosmetik merupakan produk beresiko rendah sepanjang peraturan/regulasi kosmetik telah dipatuhi oleh produsen.
Hal tersebut menguntungkan produsen karena dapat mempersingkat proses untuk memperoleh izin edar, karena tidak perlu evaluasi pre market terlebih dahulu, tetapi konsumen tetap terlindungi karena adanya pengawasan post market berupa sampling dan pengujian mutu dan keamanan dari Badan POM.
Industri kosmetik dituntut untuk bertanggung jawab penuh terhadap mutu dan keamanan produknya, untuk itu perusahaan kosmetik harus memahami semua ketentuan ACD dan membuat database keamanan bahan dan produknya.
Produk kosmetik yang telah dinotifikasi berdasarkan harmonisasi ASEAN, dapat dilihat dari nomor izin edarnya.
Nomor izin edar kosmetik (sistem registrasi), terdiri atas 12-14 digit:
2 digit huruf + 10 digit angka + 1-2 digit huruf (opsional, tergantung produk)
CD / CL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 E / L / EL
CD                : kosmetik dalam negeri
CL                : kosmetik luar negeri (impor)
Angka 1-10 : menunjukkan jenis kosmetik, tahun registrasi, dan nomor urut registrasi
E                   : kosmetik khusus untuk ekspor
L                   : kosmetik golongan 2 (resiko tinggi)
Nomor izin edar kosmetik harmonisasi ASEAN, terdiri atas 13 digit:
2 digit huruf + 11 digit angka
CA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
C                   : kosmetik
A                  : kode benua (Asia)
Angka 1-11  : kode negara, tahun notifikasi, jenis produk, dan nomor urut notifikasi.
Meskipun sekarang semua produk kosmetik wajib dinotifikasi, tetapi produk kosmetik yang masih menggunakan nomor izin edar sistem registrasi masih berlaku dan dapat dipasarkan. Untuk pendaftaran kosmetik baru, tidak digunakan lagi sistem registrasi tetapi menggunakan sistem notifikasi.
ASEAN Cosmetic Directive (ACD) yaitu peraturan di bidang kosmetik yang menjadi acuan peraturan bagi Negara ASEAN dalam pengawasan kosmetik yang beredar di ASEAN.
ACD merupakan aturan baku yang terdiri dari:
1.         Artikel 1 :
Ketentuan Umum

2.         Artikel 2 :
Definisi dan Ruang Lingkup Produk Kosmetik
3.         Artikel 3 :
Persyaratan Keamanan
4.         Artikel 4 :
Daftar Bahan Kosmetik, terdiri dari:
Negative list: daftar bahan yang dilarang
Positive list: daftar bahan yang diizinkan, meliputi: pewarna, pengawet, dan tabir surya
5.         Artikel 5 :
ASEAN Handbook of Cosmetic Ingredient (AHCI). Adalah daftar bahan kosmetik yang masih diizinkan penggunaannya di Negara ASEAN tertentu, walaupun tidak termasuk dalam daftar bahan kosmetik ASEAN. Negara anggota dapat menggunakan bahan kosmetik yang tidak tercantum dalam daftar bahan yang diperbolehkan, dengan syarat: maksimal digunakan selama 3 tahun harus dilakukan pengawasan terhadap produk tersebut sebelum 3 tahun, bahan tersebut harus diusulkan untuk dimasukkan ke dalam AHCI untuk dievaluasi keamanannya.
6.         Artikel 6 :
Penandaan
Informasi yang harus dicantumkan dalam label adalah:
Nama produk
Cara penggunaan
Daftar bahan yang digunakan
Nama dan alamat perusahaan
Negara produsen
Berat/isi netto
Kode produksi
Tanggal produksi/ tanggal kadaluwarsa
Peringatan, bila ada termasuk pernyataan asal bahan dari hewan.
7.         Artikel 7 :
Klaim Produk
Klaim didukung dengan data ilmiah dan formulasi dari bentuk sediaan. Penentuan suatu produk termasuk dalam “kosmetik” atau “obat” didasarkan pada dua factor, yaitu komposisi dan tujuan penggunaan dari produk tersebut. Klaim yang dimaksud disini adalah klaim mengenai manfaat kosmetik dan bukan klaim sebagai obat/efek terapi.
8.         Artikel 8 :
Product Information File (PIF)
Meliputi data kemanan dan data pendukung untuk komposisi dan pembuatan sesuai dengan cara pembuatan kosmetik yang baik.
9.         Artikel 9 :
Metode Analisa
10.     Artikel 10 :
Pengaturan Institusional
11.     Artikel 11 :
Kasus Khusus
12.     Artikel 12 :
Implementasi
13.     Aneks (Tambahan):
Daftar Kategori Kosmetik
Persyaratan Penandaan Kosmetik ASEAN
Pedoman Klaim Kosmetik ASEAN
Persyaratan Registrasi Produk Kosmetik ASEAN
Persyaratan Impor/Ekspor Produk Kosmetik ASEAN
CPKB ASEAN



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidemis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Regulasi kosmertik memiliki tujuan utama yaitu melindungi dan menjaga kepentingan masyarakat dalam aspek keselamatan, keamanan, dan kesehatan dalam penggunaan kosmetik yang baik dan aman.

B.       Saran
Untuk lebih baiknya makalah kami ke depannya, sangat diharapkan masukan dan kritikan dari para pembaca. Terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA



http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0204.pdf


http://www.news-medical.net/news/2008/02/05/48/Indonesian.aspx

Tidak ada komentar: