REGULASI KOSMETIK DI EROPA DAN ASEAN
![]() |
KELOMPOK V
AMRAH ARIEF
BESSE SURWANTI
MUHAMMAD IRSYAD
ABULKHAIR ABDULLAH
MITA PERMATASARI ALI
FEBRIANTI HASDAN SALEH
PRODI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
SAMATA-GOWA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur tim penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
makalah yang berjudul “Regulasi Kosmetik di Negara Maju” dapat diselesaikan yang alhamdulillah tepat
waktu.
Dalam
penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang tim penulis hadapi. Namun
tim penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan
bimbingan dosen dan kerabat, sehingga kendala-kendala yang tim penulis hadapi
teratasi.
Tim
Penulis sadar, penyusunan makalah ini
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penyusunan makalah
yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan
kami, semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi sumbangan pemikiran tersendiri bagi
masyarakat khususnya bagi para mahasiswa sebagai tambahan ilmu dan informasi
terutama dalam pengetahuan mengenai regulasi kosmetik khususnya di negara maju.
Samata,
Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................................... 4
B.
Rumusan Masalah...................................................................................... 5
C.
Tujuan........................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kosmetik....................................................................................... 6
B.
Regulasi Kosmetik di Benua Eropa........................................................... 8
C.
Regulasi Kosmetik di ASEAN............................................................. 9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................................. 15
B.
Saran........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Istilah kosmetika sendiri berasal
dari bahasa yunani yaitu Kosmetikos yang berarti keahlian dalam menghias (Retno
I.S. Tranggono, 1992 :28). Uraian di atas menjelaskan bahwa yang dimaksud
kosmetika adalah suatu campuran bahan yang digunakan pada tubuh bagian luar
dengan berbagai cara untuk merawat dan mempercantik diri sehingga dapat
menambah daya tarik dan menambah rasa percaya diri pemakaian dan tidak bersifat
mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit tertentu (Permenkes RI
No.445/MenKes/Per/V/1998). Sekarang ini telah banyak produk kosmetika yang
beredar di pasaran dengan berbagai macam merk dan bentuk. Kosmetika tersebut
memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda-beda, seperti halnya kosmetika
penghilang bau badan yang kini dibuat dengan berbagai bentuk, misalnya parfum
berbentuk spray yang penggunaannya dengan cara disemprotkan, splash cologne
dengan bentuk cair uang penggunaanya dengan cara dipercikkan dan deodorant
berbentuk rollon yang penggunaannya dengan cara dioleskan,dll. Kosmetik terbagi
atas kosmetik tradisional dan kosmetik modern. Kosmetika Tradisional adalah
kosmetika alamiah atau kosmetika asli yang dapat dibuat sendiri langsung dari
bahan-bahan segar atau yang telah dikeringkan, buah-buahan dan tanam-tanaman
disekitar kita. Kosmetika Modern adalah kosmetika yang diproduksi secarapabrik
(laboratorium), dimana telah dicampur dengan zat-zat kimia untuk mengawetkan
kosmetika tersebut agar tahan lama, sehingga tidak cepat rusak. Salah satu
tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana regulasi kosmetik
di negara-negara maju sehingga kita dapat membandingkan dengan regulasi
kosmetik di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah dan pengertian kosmetik?
2.
Bagaimana regulasi kosmetik di benua Eropa?
3.
Bagaimana regulasi kosmetik di ASEAN?
C.
Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini
untuk mengetahui sejarah dari kosmetik serta regulasinya di beberapa benua.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kosmetik
Berdasarkan Permenkes RI
No.445/MenKes/Per/V/1998 yang dimaksud dengan Kosmetika
adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar
badan (epidemis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga
mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi
supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan
untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Sejak
berabad abad yang lalu, kosmetik telah digunakan dan di kenal masyarakat, Hasil
riset serta penyelidikan antropologi, arkiologi, dan etnologi di mesir dan
india membuktikan adanya pemakaian ramuan seperti bahan pengawet mayat dan
salep salep aromatik, yang dianggap sebagai bentuk awal kosmetik yang kita
kenal sekarang ini. Hal ini menunjukkan
perkembangan kosmetik dimasa itu, Bukti lain, misalnya, 200 tahun yang lalu,
Cleopatra menggunakan susu sebagai rendaman saat mandi, Dia begitu senang
karena mendapat manfaat dari laktosa susu untuk kemulusan kulitnya, Sejak saat
itu susu digunakan semacam kosmetik dan obat.
Alam
yang kaya akan tanaman obat, rempah-rempah, dan lain sebagainya, oleh
masyarakat dahulu digunakan sebagai kosmetik tradisional yang mereka olah
secara tradisional pula, Misalnya rempah-rempah, ginseng dan lain sebagainya,
biasanya digunakan sebagai campuran mandi
para putri-putri raja dahulu, hingga sekarang, kosmetik tradisional
tersebut juga masih diminati oleh kebanyakan masyarakat karena dipercaya lebih
alami dan memberikan efek yang lebih sehat.
Hippocrates
(460 – 370 SM) dan kawan-kawanya mempunyai peran yang penting dalam
sejarah awal pengembangan kosmetik dan
kosmetologi modern melalui dasar-dasar dermatologi, diet, dan olahraga sebagai
sarana yang baik untuk kesehatan dan kecantikan, Beberapa ahli yang berperan
aktif dalam pengembangan kosmetik, antara lain, adalah Comelius Celcus,
Discorides, dan Galen, mereka adalah para ahli yang memajukan ilmu kesehatan
gigi, bedah plastek, dermitologi, kimia, dan farmasi.
Pada
jaman Renaissance (1300 – 1600), Banyak universitas didirikan di Inggris, Eropa
Utara, Eropa Barat, dan Eropa Timur
kemudian pada masa itu ilmu kedokteran semakin bertambah luas, hingga
kemudian ilmu kosmeti dan kosmetikologi di pisahkan dari ilmu kedokteran (Henri
De Medovile, 1260 – 1325).
Kemudian
dikenal ilmu kosmetik untuk merias atau decoration yang dipakai untuk
pengobatan kelainan patologi kulit,
Hingga pada tahun 1700 – 1900, pembagian tersebut dipertegas lagi dengan
Cosmetic treatment yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan
ilmu pengetahuan lainya. Misalnya dermatologi, farmakologi, kesehatan gigi,
ophthal –mology, diet, dan sebagainya. Disinilah konsep kosmetologi mulai
diletakkan, yang kemudian dikembangkan di Perancis, Jerman, Belanda, dan
Italia.
Kosmetik
sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “ kosmetikos “ yang berarti ketrampilan menghias, mengatur,
namun pada perkembanganya istilah kosmetik telah dipakai oleh banyak kalangan
dan profesi yang brbeda, sehingga pengertian kosmetik menjadi begitu luas dan
tidak jelas, istilah kosmetologi telah dipakai sejak tahun 1940 di Inggris, Perancis,
Jerman. Istilah ini tidak sama bagi tiap profesi yang menggunakanya.
Pada
tahun 1970 oleh Jellinek, kosmetologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari hukum-hukum fisika, Biologi, maupun mikrobiologi tentang pembuatan,
penyimpanan, dan penggunaan (aplikasi) kosmetik, Selanjutnya di tahun 1997
Mitsui menyebut kosmetologi sebagai ilmu kosmetik yang baru, yang lebih
mendalam dan menyeluruh.
Dari
mulai abad ke 19, kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu kosmetik tidak hanya
untuk kencantikan saja, melainkan juga untuk kesehatan, Perkembangan ilmu
kosmetik serta industri secara besar-besaran baru dimaulai pada abad ke-20
(Wall, Jellinek, 1970). Kosmetik menjadi sebuah alat usaha, Bahkan sekarang
dengan kemajuan teknologi , kosmetik menjadi sebuah perpaduan antara kosmetik
dan obat (Pharmaceutical), atau yang sering desebut kosmetik medis
(cosmeticals).
Sejak
40 tahun terakhir, industri kosmetik semakin meningkat, Industri kimia
memberi banyak bahan dasar dan bahan
aktif kosmetik, Kualitas dan kuantitas bahan biologis untuk digunakan pada
kulit terus meningkat, Banyak para dokter yang terjun langsung dan meningkatkan
perhatian terhadap ilmu kecantikan kulit (cosmetodermatology), serta membangun
kerja sama yang saling menguntungkan dengan para ahli kosmetik dan ahli
kecanikan, Misalnya dalam hal pengetesan bahan baku atau bahan jadi, dan
penyusunan formula berdasarkan konsepsi dermatologi atau kesehatan
B.
Regulasi Kosmetik
di Benua Eropa
Uni Eropa Directive Kosmetika dari
tahun 1976 telah menjadi "tambal sulam" dari 55 amandemen tanpa
terminologi koheren. Usulan ini bertujuan untuk memperkuat keamanan produk
sambil mengurangi biaya untuk bisnis. Misalnya, persyaratan untuk penilaian
keamanan produk dijelaskan dan aturan pemberitahuan disederhanakan untuk
kosmetik baru memotong biaya administrasi untuk perusahaan sebesar 50%.
Ketentuan yang ada pada larangan dan pentahapan-keluar dari hewan-tes untuk
produk kosmetik dengan 2009/2013 tetap tak tersentuh.
Wakil Presiden Komisi Günter Verheugen,
bertanggung jawab untuk kebijakan perusahaan dan industri, mengatakan: "Hukum untuk kosmetik adalah contoh
bagaimana sebuah legislasi Uni Eropa dapat" matang "untuk
penyederhanaan. Bekerja dengan peraturan perundang-undangan 27 transposing berbeda
adalah lebih mahal dan memberatkan bagi industri kosmetik dari yang diperlukan.
Dengan usulan hari ini kita meningkatkan keamanan produk sambil mengurangi
biaya administrasi dan menggaruk undang-undang yang tidak perlu.
Cosmetics Directive menetapkan kerangka
hukum untuk menjamin keamanan kosmetik. Perbedaan dalam 27 hukum transposing
nasional membuat biaya tambahan untuk industri tanpa berkontribusi terhadap
keamanan produk. Banyak ketentuan muncul dalam konteks yang salah dan peraturan
rinci zat individu digunakan untuk kosmetik telah terbukti sangat kompleks,
sumber daya-intensif dan sulit untuk mengelola. Dengan usulan Peraturan baru
Komisi dasarnya mengejar dua
tujuan: memastikan tingkat tinggi keamanan produk kosmetik di masa depan dengan memperkuat tanggung
jawab produsen dan di pasar aspek kontrol sedangkan memotong beban administrasi
yang tidak perlu.
Untuk tujuan ini, proposal Komisi
mengarah ke inter alia:
1.
Mengklarifikasi persyaratan minimum untuk penilaian keamanan produk
kosmetik sehingga penguatan lebih lanjut keamanan produk kosmetik ditempatkan
di pasar Uni Eropa;
2.
Aturan untuk pelaporan efek yang tidak diinginkan kepada
pihak berwenang mengawasi, penarikan
produk, dan koordinasi
antara otoritas penegakan Negara-negara Anggota;
3.
Sederhana persyaratan pemberitahuan yang
memotong biaya administrasi untuk perusahaan kosmetik sebesar 50%;
4.
Menggaruk hukum dan peraturan nasional sebesar
lebih dari 3500 halaman teks hukum di
Uni Eropa dengan memperkenalkan satu-hukum Uni Eropa untuk kosmetik;
5.
Aturan untuk pelaporan efek yang tidak diinginkan kepada
pihak berwenang mengawasi, penarikan
produk, dan koordinasi penegakan
antara otoritas negara anggota.
C.
Regulasi Kosmetik
di ASEAN
Harmonisasi asean Bidang Kosmetik adalah penyeragaman persyaratan teknis peredaran kosmetik
di wilayah ASEAN. Harmonisasi bidang kosmetika (ASEAN Harmonized Regulatory
Scheme/AHCRS) telah disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN untuk diterapkan di
Indonesia sejak 1 Januari 2011. Harmonisasi bidang kosmetika itu mengharuskan
adanya sistem pengawasan produk kosmetika setelah beredar di pasaran (post
market surveillance).
1.
Meningkatkan
kerjasama antar negara-negara anggota dalam rangka menjamin keamanan kualitas
dan klaim manfaat dari semua kosmetik yang dipasarkan di ASEAN.
2.
Menghapus hambatan
perdagangan kosmetik melalui harmonisasi persyaratan teknis serta memberlakukan
satu standar.
3.
Meningkatkan daya
saing produk-produk ASEAN.
AHCRS itu sebenarnya telah
ditandatangani pada 2 September 2003 oleh 10 negara anggota ASEAN. Harmonisasi
itu bertujuan untuk meningkatkan kerja sama penjaminan mutu, keamanan, dan
klaim manfaat semua produk kosmetika yang dipasarkan di ASEAN.
Selain itu, AHCRS itu diharapkan
mampu menghapus hambatan perdagangan melalui harmonisasi persyaratan teknis.
Tujuannya, untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, produktivitas, dan daya saing
produk ASEAN di pasar global.
Namun, berbagai pertimbangan
terutama terkait kesiapan industri dalam negeri yang wajib memenuhi syarat pada
ASEAN Cosmetic Directive, Indonesia baru bisa menerapkan harmonisasi AHCRS pada
1 Januari 2011.
Sebelum harmonisasi ASEAN
berlaku, produsen atau importir hanya wajib mendaftarkan produk di BPOM sebelum
mengedarkan kosmetika di Indonesia. Sistem pengawasan yang berlaku pun menganut
kontrol produk sebelum beredar (pre
market control).
Setelah era harmonisasi ini
berjalan, produsen atau importir harus mengajukan permohonan pengajuan
notifikasi pada Kepala BPOM sebelum mengedarkan produknya. Notifikasi itulah
nanti yang akan menjadi alat pengawasan pascaperedaran produk.
Harmonisasi ASEAN di bidang
kosmetik atau ASEAN Harmonized
Cosmetics Regulatory Scheme (AHCRS) ditandatangi oleh 10 negara ASEAN
pada tanggal 2 September 2003. Isi dari AHCRS itu sendiri berisi dua schedule, yaitu:
1.
ASEAN Mutual Recognition Arrangement of Product Registration Approval for
Cosmetic, yang diterapkan pada tahun 2003-2007.
2.
ASEAN Cosmetic Directive (ACD),
yang diterapkan mulai 1 Januari 2008 sampai sekarang.
Setiap produsen kosmetik yang
akan memasarkan produknya harus menotifikasikan produk tersebut terlebih dahulu
kepada pemerintah di tiap negara ASEAN dimana produk tersebut akan dipasarkan
Setiap produsen yang menotifikasi
produknya harus menyimpan data mutu dan keamanan produk (Product Information File) yang siap diperiksa sewaktu-waktu
oleh petugas pengawas Badan POM RI (atau petugas lain yang berwenang di tiap negara).
Perbedaan yang mendasar dari
harmonisasi ASEAN dengan sistem terdahulu (sistem registrasi) adalah, pada sistem
registrasi ada pengawasan sebelum produk beredar (pre market approval) oleh pemerintah, sedangkan pada
harmonisasi ASEAN tidak ada, dan hanya ada pengawasan setelah beredar (post market surveillance). Alasannya
karena dari analisa penilaian resiko, kosmetik merupakan produk beresiko rendah
sepanjang peraturan/regulasi kosmetik telah dipatuhi oleh produsen.
Hal tersebut menguntungkan
produsen karena dapat mempersingkat proses untuk memperoleh izin edar, karena
tidak perlu evaluasi pre market terlebih dahulu, tetapi konsumen tetap
terlindungi karena adanya pengawasan post market berupa sampling dan pengujian
mutu dan keamanan dari Badan POM.
Industri kosmetik dituntut untuk
bertanggung jawab penuh terhadap mutu dan keamanan produknya, untuk itu
perusahaan kosmetik harus memahami semua ketentuan ACD dan membuat database
keamanan bahan dan produknya.
Produk kosmetik yang telah
dinotifikasi berdasarkan harmonisasi ASEAN, dapat dilihat dari nomor izin
edarnya.
Nomor izin edar kosmetik (sistem
registrasi), terdiri atas 12-14 digit:
2 digit huruf + 10 digit angka + 1-2 digit huruf (opsional,
tergantung produk)
CD / CL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 E /
L / EL
CD : kosmetik dalam negeri
CL : kosmetik luar negeri (impor)
Angka 1-10 :
menunjukkan jenis kosmetik, tahun registrasi, dan nomor urut registrasi
E : kosmetik khusus untuk ekspor
L : kosmetik golongan 2 (resiko
tinggi)
Nomor izin edar kosmetik
harmonisasi ASEAN, terdiri atas 13 digit:
2
digit huruf + 11 digit angka
CA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
C : kosmetik
A : kode benua (Asia)
Angka 1-11 : kode negara, tahun notifikasi, jenis produk,
dan nomor urut notifikasi.
Meskipun sekarang semua produk
kosmetik wajib dinotifikasi, tetapi produk kosmetik yang masih menggunakan
nomor izin edar sistem registrasi masih berlaku dan dapat dipasarkan. Untuk
pendaftaran kosmetik baru, tidak digunakan lagi sistem registrasi tetapi
menggunakan sistem notifikasi.
ASEAN
Cosmetic Directive (ACD) yaitu peraturan di
bidang kosmetik yang menjadi acuan peraturan bagi Negara ASEAN dalam pengawasan
kosmetik yang beredar di ASEAN.
ACD merupakan aturan baku yang
terdiri dari:
1.
Artikel 1 :
Ketentuan Umum
2.
Artikel 2 :
Definisi dan Ruang Lingkup Produk Kosmetik
3.
Artikel 3 :
Persyaratan Keamanan
4.
Artikel 4 :
Daftar Bahan Kosmetik, terdiri dari:
Negative list: daftar bahan yang dilarang
Positive list: daftar bahan yang diizinkan, meliputi: pewarna,
pengawet, dan tabir surya
5.
Artikel 5 :
ASEAN Handbook of Cosmetic Ingredient (AHCI). Adalah daftar bahan kosmetik yang
masih diizinkan penggunaannya di Negara ASEAN tertentu, walaupun tidak termasuk
dalam daftar bahan kosmetik ASEAN. Negara anggota dapat menggunakan bahan
kosmetik yang tidak tercantum dalam daftar bahan yang diperbolehkan, dengan
syarat: maksimal digunakan selama 3 tahun harus dilakukan pengawasan terhadap
produk tersebut sebelum 3 tahun, bahan tersebut harus diusulkan untuk
dimasukkan ke dalam AHCI untuk dievaluasi keamanannya.
6.
Artikel 6 :
Penandaan
Informasi yang harus dicantumkan dalam label adalah:
Nama produk
Cara penggunaan
Daftar bahan yang digunakan
Nama dan alamat perusahaan
Negara produsen
Berat/isi netto
Kode produksi
Tanggal produksi/ tanggal kadaluwarsa
Peringatan, bila ada termasuk pernyataan asal bahan dari hewan.
7.
Artikel 7 :
Klaim Produk
Klaim didukung dengan data ilmiah dan formulasi dari bentuk sediaan.
Penentuan suatu produk termasuk dalam “kosmetik” atau “obat” didasarkan pada
dua factor, yaitu komposisi dan tujuan penggunaan dari produk tersebut. Klaim
yang dimaksud disini adalah klaim mengenai manfaat kosmetik dan bukan klaim sebagai
obat/efek terapi.
8.
Artikel 8 :
Product Information File (PIF)
Meliputi data kemanan dan data pendukung untuk komposisi dan pembuatan
sesuai dengan cara pembuatan kosmetik yang baik.
9.
Artikel 9 :
Metode Analisa
10.
Artikel 10 :
Pengaturan Institusional
11.
Artikel 11 :
Kasus Khusus
12.
Artikel 12 :
Implementasi
13.
Aneks (Tambahan):
Daftar Kategori Kosmetik
Persyaratan Penandaan Kosmetik ASEAN
Pedoman Klaim Kosmetik ASEAN
Persyaratan Registrasi Produk Kosmetik ASEAN
Persyaratan Impor/Ekspor Produk Kosmetik ASEAN
CPKB ASEAN
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kosmetika
adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar
badan (epidemis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga
mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi
supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan
untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Regulasi kosmertik memiliki
tujuan utama yaitu melindungi dan menjaga kepentingan masyarakat dalam aspek
keselamatan, keamanan, dan kesehatan dalam penggunaan kosmetik yang baik dan
aman.
B.
Saran
Untuk lebih baiknya makalah kami
ke depannya, sangat diharapkan masukan dan kritikan dari para pembaca. Terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0204.pdf
http://www.news-medical.net/news/2008/02/05/48/Indonesian.aspx

Tidak ada komentar:
Posting Komentar