Variasi Somaklonal
Oleh
:
Farmasi
A
1.
Ferdi Angriawan M
|
6. Ahmad Zakir
|
2.
Ikawati Puspita Sari
|
7. Amrah Arief
|
3.
Abulkhair Abdullah
|
8.
Andi Amalia Ako
|
4.
Ade Irmadwiarti
|
9. Andi Irsyani Dafianti
|
5.
Agus Salim
|
JURUSAN
FARMASI
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA-GOWA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga dalam pembuatan makalah
ini dapat terselesaikan sebagaiman mestinya. Salam dan shalawat semoga tetap
tercurah kepada rasulullah Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya, dan kepada
umatnya hingga akhir zaman.
Pertama-tama kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen yang dengan kegigihan dan keikhlasannya membimbing kami
sehingga kami bisa mengetahui sedikit demi sedikit apa yang sebelumnya kami
tidak ketahui. Juga tak lupa teman-teman seperjuangan yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.
Makalah ini kami buat
dengan sesederhana mungkin dan jika ada kesalahan dalam penyusunan makalah ini,
kami berharap dan memohon saran serta kritikan dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini ke depannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Samata,
14 Mei 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.................................................................................. i
Daftar
isi............................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah................................................................... 2
C. Tujuan
Makalah....................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Sejarah
Kultur Jaringan............................................................ 3
B. Variasi
Somoklonal.................................................................. 4
C. Teknik
Tanaman Somoklonal.................................................... 7
a.
Regenerasi Langsung....................................................... 7
b.
Kultur Sel Tunggal............................................................ 8
c.
Kultur Protoplasma......................................................... 11
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................... 15
B. Saran.................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyediaan bibit dalam pengembangan suatu tanaman
atau dalam suatu proses produksi merupakan salah satu aspek yang sangat
penting. Proses prosuksi skala besar seperti perkebunan akan memerlukan bibit
dalam jumlah besar, bibit dari varietas unggul, seragam, bebasdari hama dan
penyakit, serta penyediannya kontinyu.
Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan
pemulia tanaman jumlahnya sangat terbatas, sedangkan bibit yang dibutuhkan
sangat banyak. Beberapa tanaman holtikultura, tanaman pangan, maupun kehutanan
banyak yang sulit diperbanyak dengan cara konvensional baik secara vegetative
maupun generative. Selain itu bila diperbanyak dengan cara cangkok, stek, atau
penempelan mata tunas memerlukan bahan tanaman yang sangat besar untuk mendapatkan
bibit dalam jumlah besar.
Dengan berkembangnya teknik kultur jaringan, kendala
dalam multiplikasi untuk beberapa jenis tanaman dapat diatasi. Teknik kultur
jaringan ini pada mulanya ditujukan untuk membuktikan kebenaran toeri
totipotensi, yang selanjutnya berkembang untuk penelitian dibidang fisiologi
tanaman, dan biokimia.
Pada hakekatnya teori totipotensi ini tidak salah
tetapi pada kenyataannya telah dapat dibuktikan adanya penyimpangan dari
pembelahan sel, dampak yang diperoleh dari kejadian tersebut adalah terjadinya
variasi kromosom didalam jenis tanaman yang sama, jumlah kromosom yang
berkurang, somatik yang menyusut dan subtitusi kromosom. Akibat dari
kejadian-kejadian inilah yang menyebabkan terjadinya variasi somaklonal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kultur jaringan?
2. Apa itu variasi somaklonal?
3. Jelaskan teknik tanaman somaklonal!
C. Tujuan Makalah
Setelah terselesaikannya makalah
ini, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan lebih memahami tentang
variasi somaklonal.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Sejarah Kultur Jaringan
Kultur
jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut gewebe kultur atau tissue
culture (Inggris) atau weefsel
kweek atau weefsel cultuur (Belanda).
Kultur jaringan atau budidaya in vitro
adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media
buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang
aseptik, sehingga bagianbagian tersebut dapat memperbayak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman yang lengkap.
Dasar
teori yang digunakan adalah teori
totipotensi yang ditulis oleh Schleiden dan Schwann yang menyatakan
bahwa teori totipotensi adalah bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi,
kalau dibudidayakan di dalam media yang sesuai, akan dapat tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi,
berkembang biak secara normal melalui biji atau spora.
Teknik
kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah laboratorium
dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja,
sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali dan fasilitas dasar
seperti, air listrik dan bahan bakar. Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan
juga perangkat lunak yang memenuhi syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur
jaringan, pelaksana harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tertentu
yaitu botani, fisiologi tumbuhan ZPT, kimia dan fisika yang memadai. Pelaksana
akan berkecimpung dalam pekerjaan yang berhubungan erat dengan ilmu-ilmu dasar
tersebut. Pelaksana akan banyak berhubungan dengan berbagai macam bahan kimia,
proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika) dan berbagai macam pekerjaan
analitik. Kadang-kadang latar belakang pengetahuan tentang mikrobiologi,
sitologi dan histologi. Pelaksana juga dituntut dalam hal ketrampilan kerja,
ketekunan dan kesabaran yang tinggi serta harus bekerja intensif. Pekerjaan
kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan),
sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan
tanaman hasil kultur jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti
dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan
tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri.
2.
Variasi Somaklonal
Variasi somaklonal pertama kali dikemukakan oleh
Larkin dan Scowcroft (1981), yang didefinisikan sebagai keragaman genetik dari
tanaman yang dihasilkan melalui kultur sel, baik sel somatik seperti sel daun,
akar, dan batang, maupun sel gamet.
Skirvin (1993) mendefinisikan variasi somaklonal
sebagai keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan.
Variasi tersebut dapat berasal dari keragaman genetik eksplan yang digunakan
atau yang terjadi dalam kultur jaringan. Keragaman genetik eksplan dapat terjadi
akibat penggunaan zat
pengatur tumbuh dan tingkat konsentrasinya, lama fase pertumbuhan kalus, tipe
kultur yang digunakan (sel, protoplasma, kalus jaringan), serta digunakan atau
tidaknya media seleksi dalam kultur in vitro. Variasi somaklonal yang terjadi dalam
kultur jaringan merupakan hasil kumulatif dari mutasi genetik pada eksplan dan
yang diinduksi pada kondisi in vitro.
Variasi somaklonal merupakan perubahan genetik yang bukan disebabkan oleh
segregasi atau rekombinasi gen, seperti yang biasa terjadi akibat proses
persilangan.
Thrope (1990) menggunakan istilah pre-existing cellular genetic, yaitu
keragaman yang diinduksi oleh kultur jaringan. Keragaman ini dapat muncul
akibat penggandaan dalam kromosom (fusi, endomitosis), perubahan jumlah kromosom
(tagging dan nondisjunction), perubahan struktur
kromosom, perubahan gen, dan perubahan sitoplasma. Variasi somaklonal dapat
dikelompokkan menjadi keragaman yang diwariskan (heritable), yaitu yang dikendalikan secara genetik, dan
keragaman yang tidak diwariskan, yakni yang dikendalikan secara epigenetik.
Keragaman somaklonal yang dikendalikan secara genetik biasanya bersifat stabil
dan dapat diturunkan secara seksual ke generasi selanjutnya. Keragaman
epigenetik biasanya akan hilang bila diturunkan secara seksual. Pemuliaan
tanaman melalui kultur jaringan bermanfaat dalam merangsang keragaman genetik
dan mempertahankan kestabilan genetik.
Wattimena dan Mattjik (1992) menyatakan, keragaman
genetik pada kultur jaringan dapat dicapai melalui fase tak berdiferensiasi
(fase kalus dan sel bebas) yang relatif lebih panjang. Untuk mendapatkan
kestabilan genetik pada teknik kultur jaringan, dapat dilakukan dengan cara
menginduksi sesingkat mungkin fase pertumbuhan tak berdiferensiasi. Variasi
somaklonal dalam kultur jaringan terjadi akibat penggunaan zat pengatur tumbuh
dan tingkat konsentrasinya, lama fase pertumbuhan kalus, tipe kultur yang
digunakan (sel, protoplasma, kalus jaringan), serta digunakan atau tidaknya
media seleksi dalam kultur in vitro. Zat
pengatur tumbuh kelompok auksin 2,4-D dan 2,4,5-T biasanya dapat menyebabkan
terjadinya variasi somaklonal. Pada tanaman kelapa sawit, perlakuan 2,4-D pada
kultur kalus yang mampu beregenerasi membentuk tunas menyebabkan variasi
somaklonal saat aklimatisasi di lapangan. Beberapa sifat tanaman dapat berubah
akibat variasi somaklonal, namun sifat lainnya tetap menyerupai induknya.
Dengan demikian, variasi somaklonal sangat
memungkinkan untuk mengubah satu atau beberapa sifat yang diinginkan dengan
tetap mempertahankan karakter unggul lainnya yang sudah dimiliki oleh tanaman
induk. Mattjik (2005) menyatakan, dalam perbanyakan secara in vitro, yang terjadi adalah mutasi
somatik. Sel yang bermutasi saat membelah akan membentuk sekumpulan sel yang
berbeda dengan sel asalnya. Tanaman yang berasal dari sel-sel yang bermutasi
akan membentuk tanaman yang mungkin merupakan klon baru yang berbeda dengan
induknya. Perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal telah banyak dilakukan,
antara lain untuk sifat ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Cara
tersebut bermanfaat bila dapat menambah komponen keragaman genetik yang tidak
ditemukan di alam serta mengubah sifat dari kultivar yang ada menjadi lebih
baik, terutama untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif atau menyerbuk
sendiri.
3.
Teknik Tanaman Somaklonal
Ada tiga cara untuk mendapatkan
tanaman somaklonal yaitu : regenerasi langsung, kultur sel tunggal, kultur
protoplasma.
a.
Regenerasi
Langsung
Teknik
regenerasi tanaman melalui kultur jaringan berdasar pada konsep totipotensi
yang diajukan oleh Haberlandt pada tahun 1902. Percobaan awal adalah untuk
menumbuhkan potongan bagian tanaman, termasuk kultur akar (White, 1934) dan
kultur ujung batang (shoot tip)
atau kuncup ketiak (axillary bud)
untuk mikropropagasi. Percobaan setelahnya adalah regenerasi seluruh bagian
tanaman melalui embriogenesis somatik dari kultur jaringan kallus wortel, serta
regenerasi seluruh bagian tanaman dari sel tunggal tembakau.
Pada
waktu yang sama Miller (1955) melaporkan bahwa penambahan rasio auksin dan
sitokinin yang tepat dalam nutrisi medium dapat menginduksi regenerasi tanaman
dalam kultur. Musharagie dan Skoog (1962) mengembangkan formulasi nutrisi
mineral yang telah disempurnakan berdasar pada analisis komposisi daun
tembakau, yang dapat mendukung pertumbuhan dan pembelahan sel dan jaringan
tembakau. Saat ini medium tersebut dikenal dengan nama MS, dan telah memberikan
kontribusi yang sangat besar pada teknik kultur jaringan tanaman.
Dalam
perkembangan selanjutnya, ditemukan teknik transfer gen dan regenerasi tanaman
transgenik yang dimediasi oleh Agrobacterium, yang terbukti sangat berguna
dalam proses introduksi sifat agronomis yang diinginkan pada tanaman
transgenic. Penemuan tersebut mempertegas pentingnya pemanfaatan teknik kultur
jaringan tanaman dalam berbagai penelitian, sejalan dengan usaha pemuliaan
tanaman menggunakan bioteknologi.
Pada cara ini pemilihan eksplan dan
media memegang peranan penting. Pemilihan eksplan untuk mendapat keragaman
genetic juga penting didalam proses morfogenesis, media terutama untuk
menghasilkan tunas atau embrio somatik. Pada tanaman kentang eksplan yang
berasal dari daun lebih banyak memberikan keragaman genetic dari bagian eksplan
lainnya. Keragaman somaklonal dapat ditingkatkan dengan pemberian mutagen pada
eksplan, baik secara fisik maupun secara kimia. Pemberian mutagen pada eksplan
akan menghasilkan mutan utuh (solid mutan) sedangkan pemberian mutagen pada
kalus akan menghasilkan mutan parsial (chimeric mutan), pemuliaan in vitro
dengan cara regenerasi langsung relative lebih mudah dibandingkan cara in vitro
lainnya. Cara ini dapat dilakukan pada berbagai jenis bunga seperti : mawar,
garbera, dianthus, anthurium, petunia, dll.
b.
Kultur
Sel Tunggal
Kultur
sel adalah sel
yang dapat hidup secara in vitro dan masih mempunyai sifat-sifat mirip dengan
sel intak/sel asalnya. Lepas dari pengaruh sistemik, sel-sel tertentu
mengadakan proliferasi tetapi masih dalam keadaan tidak terdiferensiasi.
Kultur sel bukan suatu teknik
baru. Merupakan metode untuk mempelajari perubahan fungsi sel/jaringan tanpa
pengaruh sistemik. Mula-mula merupakan fragmen jaringan yang diletakkan di
cawan kultur. Kultul sel dimulai dengan menanam sel-sel embrionik. Kultur sel
dapat dipakai untuk bermacam penelitian, misalnya antara lain antivitas
intraseluler, intraseluler flux, ekologi sel, dan interaksi antar sel.
Prosedur seleksi melalui kultur sel
dimulai dari penanaman dan pemilihan eksplan, induksi kalus, isolasi sel,
penebaran sel, induksi tunas adventif, dan pemindahan kelapangan, genotip dan
umur tanaman untuk dijadikan eksplan sangat menentukan proses selanjutnya (
pembentukan kalus dari regenerasi tunas). Selain factor eksplan, factor media
sangat menentukan keberhasilan organogenesis. Mulai dari penanaman eksplan
sampai perakaran tunas terdapat enam macam media, yang terutama berbeda di dalam
komposisi ZPT.
Organogenesis tidak selalu membentuk
tunas adventif atau embrio somatik, tetapi kadang-kadang juga akar, pada
umumnya jika terbentuk akar sukar untuk berorganogenesis menjadi tunas kembali.
Pada kultur sel tunggal, sel yang ditebar itu harus sel-sel yang mempunyai
viabilitas tinggi dan berkemampuan untuk membelah, karena itu sebelum sel
ditebar perlu diuji dengan viabilitas sel (pewarnaan dengan FDA), seleksi sel
dan perhitungan jumlah sel per ml, sel-sel itu bisa ditebar dengan kepadatan
4-6 x 100.000 sel/ml, menyaring sel adalah untuk memisahkan sel-sel yang besar
yang biasa mempunyai vakuola yang besar dan sitoplasma yang sedikit, sel yang
demikian tidak mampu untuk membelah membentuk agregat sel. Hanya sel-sel dengan
sitoplasma yang penuh (ukuran sedang) yang mampu membelah dan membentuk agregat
dan kalus dan selanjutnya membentuk tunas adventif. Tekanan seleksi sudah dapat
dilakukan mulai dari penebaran sel.
Tekanan seleksi pada tingkat sel ini
hanya berlaku pada sifat-sifat ketahanan terhadap penyakit, kadar garam yang
tinggi dan sifat-sifat lain yang sudah diekspresikan pada tingkat sel. Seleksi
ini sebaiknya dilakukan pada M4, karena kalus pada tingkat itu pada umumnnya
berasal dari satu sel, seleksi pada tingkat sel perlu diperlakukan lagi pada
waktu kalus itu telah menjadi tanaman untuk meyakinkan bahwa sifat yang ditampilkan
pada tingkat sel juga ditampilkan pada tingkat tanaman.
Seleksi dengan mempergunakan kultur
sel ini adalah cara yang diinginkan pada seleksi in vitro tanaman bunga. Kultur
sel mirip dengan kultur protoplasma tapi jauh lebih sederhana dari kultur protoplasma.
Beberapa
kelebihan dan keuntungan penggunaan kultur sel meliputi :
1)
Mudah
dikontrol fisikokimia lingkungan (pH, suhu, tekanan oksigen, dan CO2) dapat
dikontrol sesuai dengan keinginan
2)
Mudah
dibuat homogen sehingga mudah dianalisis
3)
Ekonomis,
tidak perlu memakai banyak hewan coba
4)
Mudah
diadakan perlakuan
Kekurangan
dan kerugian kultur sel antara lain :
1)
Memerlukan
keahlian, mempunyai peneliti yang sangat menyenangi kultur sel, selalu menjaga
aseptis, tertip dan sabar
2)
Gambaran
histologis sudah tidak nampak
3)
Tidak
atau sukar untuk mengedentifikasi sifat-sifat seperti pada in vivo, misalkan
akibat pengaruh sistemik
c.
Kultur Protoplasma
Kultur protoplasma merupakan salah
satu cara untuk memperbaiki major gen atau poligen yang defektif pada kultivar
yang ada. Sifat-sifat dari major gen itu berupa ketahanan terhadap penyakit,
toleransi terhadap stress dan sifat-sifat morfologi tertentu.
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki
sifat beberapa jenis tanaman, terutama pada tanaman kentang, petunia, dan
tomat, Sifat-sifat yang diperbaiki pada tanaman kentang berupa ketahanan
terhadap penyakit, toleransi terhadap stress, bentuk dan warna kulit umbi serta
sifat morfologis lainnya. Protoplas adalah sel yang telah dihilangkan dinding
sel secara ensimatik atau sel telanjang.
Protoplas dipergunakan untuk
memperbaiki tanaman melalui kultur protoplas, fusi protoplas dan transformasi,
didalam kultur protoplas yang penting bahwa dapat diisolasi protoplas yang
utuh, protoplas tersebut harus dapat membentuk dinding sel, kemudian membelah
membentuk kalus dan meregenerasi tanaman.
Urutan di dalam kerja protoplas
adalah :
1)
Penyiapan
eksplan
2)
Isolasi
dan purifikasi protoplas
3)
Penebaran
protoplas
4)
Rebenerasi
protoplas kalus
5)
Regenerasi
planlet
Jenis eksplan yang dipergunakan
untuk isolasi protoplas dapat berasal dari kultur suspensi, mesofil daun,
kotiledon, hipokotil, tangkai daun, daun bunga, dan serbuk sari. Jenis eksplan
ini dapat berasal dari in vivo atau in vitro. Pada umumnya dipergunakan eksplan
in vitro dari kultur suspense dan kultur tunas.
Keuntungan dari eksplan in vitro
adalah :
1)
Eksplan
tersebut steril.
2)
Eksplan
in vitro dikulturkan dan diinkubasikan pada keadaan optimum untuk menghasilkan
protoplas serta proses organogenesis selanjutnya.
Isolasi protoplas dan purifikasi
terdiri dari pelarutan dinding sel secara ensimatik dan pemisahan kotoranlain
dari protoplasma dengan cara sentrifus. Sel tanaman terdiri dari selulose dan
pectin sehingga enzim yang dipakai untuk menghilangkan dinding sel adalah
selulose dan pektinase. Larutan yang dipergunakan untuk isolasi selain enzim,
juga terdapat unsure hara dan osmotikum. Unsur hara untuk mempertahankan
viabilitas protoplasma dan osmotikum untuk mencegah pecahnya protoplasma.
Osmotikum umumnya terdiri dari gula (sukrosa, glucose dan gula alcohol).
Sesudah isolasi protoplasma
dilakukan pengecekan viabilitas, perhitungan protoplasma dan pengenceran
protoplasma. Viabilitas dilakukan denan cara mewarnai protoplas dengan FDA dan
di teliti dibawah mikroskop. Perhitungan protoplas dilakukan dengan
mempergunakan haemocymeter, perlu dilakukan pengenceran sebab sesudah isolasi
itu kepadatan protoplas berkisar antara 100.000 dan 1000.000 protoplasma. Tiga
sampai tujuh hari dalam media tebar, protoplas telah membelah dan membentuk
agreat maka selanjutnya akan dipindah secara berurutan ke media p-kalus, media
regenerasi tunas.
Media dasar yang dipergunakan untuk
media kalus dan tunas adalah MS atau senyawa organik MS ditambah senyawa
organic dari Nitsch dan Nitsch. Kadar sucrose dan ZPT berupa factor penentu
didalam proses organogenesis. Kadar sucrose yang lebih tinggi dari 2%
kadang-kadang menghambat pertumbuhan p-kalus, regenerasi p-kalus menjadi tunas
sering membutuhkan sitokinin khusus seperti zeatin dan tidak dapat digantikan
oleh BAP atai kinetin.
Intensitas cahaya tinggi (lebih dari
4000 luks) dan suhu sekitar 24 derajat celcius merupakan lingkungan inkubasi
yang optimum untuk regenerasi p-kalus menjadi tunas. Untuk regenerasi
protoplasma menjadi tunas membutuhkan waktu 12-16 minggu tergantung dari jenis
tanaman dan genitofnya.
Tanaman regenerasi dari protoplasma
menunjukkan keragaman genetik yang cukup tinggi. Umumnya keragaman ini
dikarenakan perubahan kromosom dan perubahan gen. Keragaman ini lebih tinggi
pada tanaman yang berasal dari protoplasma kultur suspense dari pada tanaman
yang berasal dari protoplasma mesofil daun. Protoplasma juga dapat dipergunakan
untuk memproduksi tanaman dengan ploidi yang lebih tinggi dari ploidi asal
protoplasma.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Variasi
somaklonal pertama kali dikemukakan oleh Larkin dan Scowcroft (1981) dalam Kadir (2007), yang
didefinisikan sebagai keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan melalui
kultur sel, baik sel somatik seperti sel daun, akar, dan batang, maupun sel
gamet.
Ada tiga cara untuk mendapatkan
tanaman somaklonal yaitu:
d.
Regenerasi Langsung
e.
Kultur Sel Tunggal
f.
Kultur
Protoplasma
Variasi
somaklonal dalam kultur jaringan terjadi akibat penggunaan zat pengatur tumbuh
dan tingkat konsentrasinya, lama fase pertumbuhan kalus, tipe kultur yang
digunakan (sel, protoplasma, kalus jaringan), serta digunakan atau tidaknya
media seleksi dalam kultur in vitro.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jika terdapat kesalahan pada makalah ini mohon dimaklumi dan kami sangat
mengharapkan saran atau kritikan demi perbaikan makalah kami ke depannya.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Hutami, Sri, Ika Mariska, dan Yati Supriati. 2006.
Peningkatan Keragaman Genetik Tanaman melalui Keragaman Somaklonal. Jurnal
AgroBiogen 2(2):81-88. http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/pdf/agrobiogen_2_2_
2006_81-88.pdf (diambil pada tanggal 12 Mei 2013).
Mariska,
Ika. 2002. Perkembangan Penelitian
Kultur In Vitro pada Tanaman
Industri, Pangan, dan Hortikultura. Buletin AgroBio 5(2):
45-50.http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/pdf/agrobio_5_2_45-50.pdf
(diambil pada tanggal 12 Mei 2013).
Riduan,
Ahmad. 2007. Variasi Somaklonal Sebagai
Salah Satu Sumber Keragaman Genetik untuk Perbaikan Sifat Tanaman. ISSN
1410-1939. http://online-journal.unja.ac.id/index.php/agronomi/article/download/384/30
1 (diambil pada tanggal 12 Mei 2013).
Yunita, Rossa. 2009. Pemanfaatan Variasi Somaklonal
dan Seleksi In Vitro Dalam
Perakitan Tanaman Toleran Cekaman Abiotik. Jurnal Litbang Pertanian, 28(4). http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3284094.pdf (diambil pada tanggal 12 Mei 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar