Tentang Saya

Statistik

Kamis, 04 Juli 2013

Variasi Somaklonal


Variasi Somaklonal



Oleh :
Kelompok 1
Farmasi A
1.     Ferdi Angriawan M
6.   Ahmad Zakir
2.     Ikawati Puspita Sari
7.   Amrah Arief
3.     Abulkhair Abdullah
8.   Andi Amalia Ako
4.     Ade Irmadwiarti
9.   Andi Irsyani Dafianti
5.     Agus Salim


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

SAMATA-GOWA
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan  hidayah-Nya sehingga dalam pembuatan makalah ini dapat terselesaikan sebagaiman mestinya. Salam dan shalawat semoga tetap tercurah kepada rasulullah Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya, dan kepada umatnya hingga akhir zaman.
Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang dengan  kegigihan dan keikhlasannya membimbing kami sehingga kami bisa mengetahui sedikit demi sedikit apa yang sebelumnya kami tidak ketahui. Juga tak lupa teman-teman seperjuangan yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini kami buat dengan sesederhana mungkin dan jika ada kesalahan dalam penyusunan makalah ini, kami berharap dan memohon saran serta kritikan dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini ke depannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

                                                                             Samata, 14 Mei 2013

                                                                                      Penyusun




DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................. i
Daftar isi............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang........................................................................ 1
B.       Rumusan Masalah................................................................... 2
C.       Tujuan Makalah....................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.       Sejarah Kultur Jaringan............................................................ 3
B.       Variasi Somoklonal.................................................................. 4
C.       Teknik Tanaman Somoklonal.................................................... 7
a.         Regenerasi Langsung....................................................... 7
b.         Kultur Sel Tunggal............................................................ 8
c.         Kultur Protoplasma......................................................... 11
BAB III PENUTUP
A.       Kesimpulan........................................................................... 15
B.       Saran.................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 16          



BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Penyediaan bibit dalam pengembangan suatu tanaman atau dalam suatu proses produksi merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Proses prosuksi skala besar seperti perkebunan akan memerlukan bibit dalam jumlah besar, bibit dari varietas unggul, seragam, bebasdari hama dan penyakit, serta penyediannya kontinyu.
Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan pemulia tanaman jumlahnya sangat terbatas, sedangkan bibit yang dibutuhkan sangat banyak. Beberapa tanaman holtikultura, tanaman pangan, maupun kehutanan banyak yang sulit diperbanyak dengan cara konvensional baik secara vegetative maupun generative. Selain itu bila diperbanyak dengan cara cangkok, stek, atau penempelan mata tunas memerlukan bahan tanaman yang sangat besar untuk mendapatkan bibit dalam jumlah besar.
Dengan berkembangnya teknik kultur jaringan, kendala dalam multiplikasi untuk beberapa jenis tanaman dapat diatasi. Teknik kultur jaringan ini pada mulanya ditujukan untuk membuktikan kebenaran toeri totipotensi, yang selanjutnya berkembang untuk penelitian dibidang fisiologi tanaman, dan biokimia.
Pada hakekatnya teori totipotensi ini tidak salah tetapi pada kenyataannya telah dapat dibuktikan adanya penyimpangan dari pembelahan sel, dampak yang diperoleh dari kejadian tersebut adalah terjadinya variasi kromosom didalam jenis tanaman yang sama, jumlah kromosom yang berkurang, somatik yang menyusut dan subtitusi kromosom. Akibat dari kejadian-kejadian inilah yang menyebabkan terjadinya variasi somaklonal.
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah kultur jaringan?
2.      Apa itu variasi somaklonal?
3.      Jelaskan teknik tanaman somaklonal!
C.       Tujuan Makalah
Setelah terselesaikannya makalah ini, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan lebih memahami tentang variasi somaklonal.



BAB II
PEMBAHASAN

1.        Sejarah Kultur Jaringan
Kultur jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut gewebe kultur atau tissue culture (Inggris) atau weefsel kweek atau weefsel cultuur (Belanda). Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagianbagian tersebut dapat memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
Dasar teori yang digunakan adalah teori totipotensi yang ditulis oleh Schleiden dan Schwann yang menyatakan bahwa teori totipotensi adalah bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, kalau dibudidayakan di dalam media yang sesuai, akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi, berkembang biak secara normal melalui biji atau spora.
Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah laboratorium dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali dan fasilitas dasar seperti, air listrik dan bahan bakar. Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan juga perangkat lunak yang memenuhi syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksana harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tertentu yaitu botani, fisiologi tumbuhan ZPT, kimia dan fisika yang memadai. Pelaksana akan berkecimpung dalam pekerjaan yang berhubungan erat dengan ilmu-ilmu dasar tersebut. Pelaksana akan banyak berhubungan dengan berbagai macam bahan kimia, proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika) dan berbagai macam pekerjaan analitik. Kadang-kadang latar belakang pengetahuan tentang mikrobiologi, sitologi dan histologi. Pelaksana juga dituntut dalam hal ketrampilan kerja, ketekunan dan kesabaran yang tinggi serta harus bekerja intensif. Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri.
2.        Variasi Somaklonal
Variasi somaklonal pertama kali dikemukakan oleh Larkin dan Scowcroft (1981), yang didefinisikan sebagai keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan melalui kultur sel, baik sel somatik seperti sel daun, akar, dan batang, maupun sel gamet.
Skirvin (1993) mendefinisikan variasi somaklonal sebagai keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Variasi tersebut dapat berasal dari keragaman genetik eksplan yang digunakan atau yang terjadi dalam kultur jaringan. Keragaman genetik eksplan dapat terjadi akibat penggunaan zat pengatur tumbuh dan tingkat konsentrasinya, lama fase pertumbuhan kalus, tipe kultur yang digunakan (sel, protoplasma, kalus jaringan), serta digunakan atau tidaknya media seleksi dalam kultur in vitro. Variasi somaklonal yang terjadi dalam kultur jaringan merupakan hasil kumulatif dari mutasi genetik pada eksplan dan yang diinduksi pada kondisi in vitro. Variasi somaklonal merupakan perubahan genetik yang bukan disebabkan oleh segregasi atau rekombinasi gen, seperti yang biasa terjadi akibat proses persilangan.
Thrope (1990) menggunakan istilah pre-existing cellular genetic, yaitu keragaman yang diinduksi oleh kultur jaringan. Keragaman ini dapat muncul akibat penggandaan dalam kromosom (fusi, endomitosis), perubahan jumlah kromosom (tagging dan nondisjunction), perubahan struktur kromosom, perubahan gen, dan perubahan sitoplasma. Variasi somaklonal dapat dikelompokkan menjadi keragaman yang diwariskan (heritable), yaitu yang dikendalikan secara genetik, dan keragaman yang tidak diwariskan, yakni yang dikendalikan secara epigenetik. Keragaman somaklonal yang dikendalikan secara genetik biasanya bersifat stabil dan dapat diturunkan secara seksual ke generasi selanjutnya. Keragaman epigenetik biasanya akan hilang bila diturunkan secara seksual. Pemuliaan tanaman melalui kultur jaringan bermanfaat dalam merangsang keragaman genetik dan mempertahankan kestabilan genetik.
Wattimena dan Mattjik (1992) menyatakan, keragaman genetik pada kultur jaringan dapat dicapai melalui fase tak berdiferensiasi (fase kalus dan sel bebas) yang relatif lebih panjang. Untuk mendapatkan kestabilan genetik pada teknik kultur jaringan, dapat dilakukan dengan cara menginduksi sesingkat mungkin fase pertumbuhan tak berdiferensiasi. Variasi somaklonal dalam kultur jaringan terjadi akibat penggunaan zat pengatur tumbuh dan tingkat konsentrasinya, lama fase pertumbuhan kalus, tipe kultur yang digunakan (sel, protoplasma, kalus jaringan), serta digunakan atau tidaknya media seleksi dalam kultur in vitro. Zat pengatur tumbuh kelompok auksin 2,4-D dan 2,4,5-T biasanya dapat menyebabkan terjadinya variasi somaklonal. Pada tanaman kelapa sawit, perlakuan 2,4-D pada kultur kalus yang mampu beregenerasi membentuk tunas menyebabkan variasi somaklonal saat aklimatisasi di lapangan. Beberapa sifat tanaman dapat berubah akibat variasi somaklonal, namun sifat lainnya tetap menyerupai induknya.
Dengan demikian, variasi somaklonal sangat memungkinkan untuk mengubah satu atau beberapa sifat yang diinginkan dengan tetap mempertahankan karakter unggul lainnya yang sudah dimiliki oleh tanaman induk. Mattjik (2005) menyatakan, dalam perbanyakan secara in vitro, yang terjadi adalah mutasi somatik. Sel yang bermutasi saat membelah akan membentuk sekumpulan sel yang berbeda dengan sel asalnya. Tanaman yang berasal dari sel-sel yang bermutasi akan membentuk tanaman yang mungkin merupakan klon baru yang berbeda dengan induknya. Perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal telah banyak dilakukan, antara lain untuk sifat ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Cara tersebut bermanfaat bila dapat menambah komponen keragaman genetik yang tidak ditemukan di alam serta mengubah sifat dari kultivar yang ada menjadi lebih baik, terutama untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif atau menyerbuk sendiri.
3.        Teknik Tanaman Somaklonal
Ada tiga cara untuk mendapatkan tanaman somaklonal yaitu : regenerasi langsung, kultur sel tunggal, kultur protoplasma.
a.         Regenerasi Langsung
Teknik regenerasi tanaman melalui kultur jaringan berdasar pada konsep totipotensi yang diajukan oleh Haberlandt pada tahun 1902. Percobaan awal adalah untuk menumbuhkan potongan bagian tanaman, termasuk kultur akar (White, 1934) dan kultur ujung batang (shoot tip) atau kuncup ketiak (axillary bud) untuk mikropropagasi. Percobaan setelahnya adalah regenerasi seluruh bagian tanaman melalui embriogenesis somatik dari kultur jaringan kallus wortel, serta regenerasi seluruh bagian tanaman dari sel tunggal tembakau.
Pada waktu yang sama Miller (1955) melaporkan bahwa penambahan rasio auksin dan sitokinin yang tepat dalam nutrisi medium dapat menginduksi regenerasi tanaman dalam kultur. Musharagie dan Skoog (1962) mengembangkan formulasi nutrisi mineral yang telah disempurnakan berdasar pada analisis komposisi daun tembakau, yang dapat mendukung pertumbuhan dan pembelahan sel dan jaringan tembakau. Saat ini medium tersebut dikenal dengan nama MS, dan telah memberikan kontribusi yang sangat besar pada teknik kultur jaringan tanaman.
Dalam perkembangan selanjutnya, ditemukan teknik transfer gen dan regenerasi tanaman transgenik yang dimediasi oleh Agrobacterium, yang terbukti sangat berguna dalam proses introduksi sifat agronomis yang diinginkan pada tanaman transgenic. Penemuan tersebut mempertegas pentingnya pemanfaatan teknik kultur jaringan tanaman dalam berbagai penelitian, sejalan dengan usaha pemuliaan tanaman menggunakan bioteknologi.
Pada cara ini pemilihan eksplan dan media memegang peranan penting. Pemilihan eksplan untuk mendapat keragaman genetic juga penting didalam proses morfogenesis, media terutama untuk menghasilkan tunas atau embrio somatik. Pada tanaman kentang eksplan yang berasal dari daun lebih banyak memberikan keragaman genetic dari bagian eksplan lainnya. Keragaman somaklonal dapat ditingkatkan dengan pemberian mutagen pada eksplan, baik secara fisik maupun secara kimia. Pemberian mutagen pada eksplan akan menghasilkan mutan utuh (solid mutan) sedangkan pemberian mutagen pada kalus akan menghasilkan mutan parsial (chimeric mutan), pemuliaan in vitro dengan cara regenerasi langsung relative lebih mudah dibandingkan cara in vitro lainnya. Cara ini dapat dilakukan pada berbagai jenis bunga seperti : mawar, garbera, dianthus, anthurium, petunia, dll.
b.         Kultur Sel Tunggal
Kultur sel adalah sel yang dapat hidup secara in vitro dan masih mempunyai sifat-sifat mirip dengan sel intak/sel asalnya. Lepas dari pengaruh sistemik, sel-sel tertentu mengadakan proliferasi tetapi masih dalam keadaan tidak terdiferensiasi.
Kultur sel bukan suatu teknik baru. Merupakan metode untuk mempelajari perubahan fungsi sel/jaringan tanpa pengaruh sistemik. Mula-mula merupakan fragmen jaringan yang diletakkan di cawan kultur. Kultul sel dimulai dengan menanam sel-sel embrionik. Kultur sel dapat dipakai untuk bermacam penelitian, misalnya antara lain antivitas intraseluler, intraseluler flux, ekologi sel, dan interaksi antar sel.
Prosedur seleksi melalui kultur sel dimulai dari penanaman dan pemilihan eksplan, induksi kalus, isolasi sel, penebaran sel, induksi tunas adventif, dan pemindahan kelapangan, genotip dan umur tanaman untuk dijadikan eksplan sangat menentukan proses selanjutnya ( pembentukan kalus dari regenerasi tunas). Selain factor eksplan, factor media sangat menentukan keberhasilan organogenesis. Mulai dari penanaman eksplan sampai perakaran tunas terdapat enam macam media, yang terutama berbeda di dalam komposisi ZPT.
Organogenesis tidak selalu membentuk tunas adventif atau embrio somatik, tetapi kadang-kadang juga akar, pada umumnya jika terbentuk akar sukar untuk berorganogenesis menjadi tunas kembali. Pada kultur sel tunggal, sel yang ditebar itu harus sel-sel yang mempunyai viabilitas tinggi dan berkemampuan untuk membelah, karena itu sebelum sel ditebar perlu diuji dengan viabilitas sel (pewarnaan dengan FDA), seleksi sel dan perhitungan jumlah sel per ml, sel-sel itu bisa ditebar dengan kepadatan 4-6 x 100.000 sel/ml, menyaring sel adalah untuk memisahkan sel-sel yang besar yang biasa mempunyai vakuola yang besar dan sitoplasma yang sedikit, sel yang demikian tidak mampu untuk membelah membentuk agregat sel. Hanya sel-sel dengan sitoplasma yang penuh (ukuran sedang) yang mampu membelah dan membentuk agregat dan kalus dan selanjutnya membentuk tunas adventif. Tekanan seleksi sudah dapat dilakukan mulai dari penebaran sel.
Tekanan seleksi pada tingkat sel ini hanya berlaku pada sifat-sifat ketahanan terhadap penyakit, kadar garam yang tinggi dan sifat-sifat lain yang sudah diekspresikan pada tingkat sel. Seleksi ini sebaiknya dilakukan pada M4, karena kalus pada tingkat itu pada umumnnya berasal dari satu sel, seleksi pada tingkat sel perlu diperlakukan lagi pada waktu kalus itu telah menjadi tanaman untuk meyakinkan bahwa sifat yang ditampilkan pada tingkat sel juga ditampilkan pada tingkat tanaman.
Seleksi dengan mempergunakan kultur sel ini adalah cara yang diinginkan pada seleksi in vitro tanaman bunga. Kultur sel mirip dengan kultur protoplasma tapi jauh lebih sederhana dari kultur protoplasma.
Beberapa kelebihan dan keuntungan penggunaan kultur sel meliputi :
1)        Mudah dikontrol fisikokimia lingkungan (pH, suhu, tekanan oksigen, dan CO2) dapat dikontrol sesuai dengan keinginan
2)        Mudah dibuat homogen sehingga mudah dianalisis
3)        Ekonomis, tidak perlu memakai banyak hewan coba
4)        Mudah diadakan perlakuan
Kekurangan dan kerugian kultur sel antara lain :
1)         Memerlukan keahlian, mempunyai peneliti yang sangat menyenangi kultur sel, selalu menjaga aseptis, tertip dan sabar
2)         Gambaran histologis sudah tidak nampak
3)         Tidak atau sukar untuk mengedentifikasi sifat-sifat seperti pada in vivo, misalkan akibat pengaruh sistemik
c.         Kultur Protoplasma
Kultur protoplasma merupakan salah satu cara untuk memperbaiki major gen atau poligen yang defektif pada kultivar yang ada. Sifat-sifat dari major gen itu berupa ketahanan terhadap penyakit, toleransi terhadap stress dan sifat-sifat morfologi tertentu.
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki sifat beberapa jenis tanaman, terutama pada tanaman kentang, petunia, dan tomat, Sifat-sifat yang diperbaiki pada tanaman kentang berupa ketahanan terhadap penyakit, toleransi terhadap stress, bentuk dan warna kulit umbi serta sifat morfologis lainnya. Protoplas adalah sel yang telah dihilangkan dinding sel secara ensimatik atau sel telanjang.
Protoplas dipergunakan untuk memperbaiki tanaman melalui kultur protoplas, fusi protoplas dan transformasi, didalam kultur protoplas yang penting bahwa dapat diisolasi protoplas yang utuh, protoplas tersebut harus dapat membentuk dinding sel, kemudian membelah membentuk kalus dan meregenerasi tanaman.
Urutan di dalam kerja protoplas adalah :
1)        Penyiapan eksplan
2)        Isolasi dan purifikasi protoplas
3)        Penebaran protoplas
4)        Rebenerasi protoplas kalus
5)        Regenerasi planlet
Jenis eksplan yang dipergunakan untuk isolasi protoplas dapat berasal dari kultur suspensi, mesofil daun, kotiledon, hipokotil, tangkai daun, daun bunga, dan serbuk sari. Jenis eksplan ini dapat berasal dari in vivo atau in vitro. Pada umumnya dipergunakan eksplan in vitro dari kultur suspense dan kultur tunas.
Keuntungan dari eksplan in vitro adalah :
1)        Eksplan tersebut steril.
2)        Eksplan in vitro dikulturkan dan diinkubasikan pada keadaan optimum untuk menghasilkan protoplas serta proses organogenesis selanjutnya.
Isolasi protoplas dan purifikasi terdiri dari pelarutan dinding sel secara ensimatik dan pemisahan kotoranlain dari protoplasma dengan cara sentrifus. Sel tanaman terdiri dari selulose dan pectin sehingga enzim yang dipakai untuk menghilangkan dinding sel adalah selulose dan pektinase. Larutan yang dipergunakan untuk isolasi selain enzim, juga terdapat unsure hara dan osmotikum. Unsur hara untuk mempertahankan viabilitas protoplasma dan osmotikum untuk mencegah pecahnya protoplasma. Osmotikum umumnya terdiri dari gula (sukrosa, glucose dan gula alcohol).
Sesudah isolasi protoplasma dilakukan pengecekan viabilitas, perhitungan protoplasma dan pengenceran protoplasma. Viabilitas dilakukan denan cara mewarnai protoplas dengan FDA dan di teliti dibawah mikroskop. Perhitungan protoplas dilakukan dengan mempergunakan haemocymeter, perlu dilakukan pengenceran sebab sesudah isolasi itu kepadatan protoplas berkisar antara 100.000 dan 1000.000 protoplasma. Tiga sampai tujuh hari dalam media tebar, protoplas telah membelah dan membentuk agreat maka selanjutnya akan dipindah secara berurutan ke media p-kalus, media regenerasi tunas.
Media dasar yang dipergunakan untuk media kalus dan tunas adalah MS atau senyawa organik MS ditambah senyawa organic dari Nitsch dan Nitsch. Kadar sucrose dan ZPT berupa factor penentu didalam proses organogenesis. Kadar sucrose yang lebih tinggi dari 2% kadang-kadang menghambat pertumbuhan p-kalus, regenerasi p-kalus menjadi tunas sering membutuhkan sitokinin khusus seperti zeatin dan tidak dapat digantikan oleh BAP atai kinetin.
Intensitas cahaya tinggi (lebih dari 4000 luks) dan suhu sekitar 24 derajat celcius merupakan lingkungan inkubasi yang optimum untuk regenerasi p-kalus menjadi tunas. Untuk regenerasi protoplasma menjadi tunas membutuhkan waktu 12-16 minggu tergantung dari jenis tanaman dan genitofnya.
Tanaman regenerasi dari protoplasma menunjukkan keragaman genetik yang cukup tinggi. Umumnya keragaman ini dikarenakan perubahan kromosom dan perubahan gen. Keragaman ini lebih tinggi pada tanaman yang berasal dari protoplasma kultur suspense dari pada tanaman yang berasal dari protoplasma mesofil daun. Protoplasma juga dapat dipergunakan untuk memproduksi tanaman dengan ploidi yang lebih tinggi dari ploidi asal protoplasma.



BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Variasi somaklonal pertama kali dikemukakan oleh Larkin dan Scowcroft (1981) dalam Kadir (2007), yang didefinisikan sebagai keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan melalui kultur sel, baik sel somatik seperti sel daun, akar, dan batang, maupun sel gamet.
Ada tiga cara untuk mendapatkan tanaman somaklonal yaitu:
d.         Regenerasi Langsung
e.         Kultur Sel Tunggal
f.           Kultur Protoplasma
Variasi somaklonal dalam kultur jaringan terjadi akibat penggunaan zat pengatur tumbuh dan tingkat konsentrasinya, lama fase pertumbuhan kalus, tipe kultur yang digunakan (sel, protoplasma, kalus jaringan), serta digunakan atau tidaknya media seleksi dalam kultur in vitro.
B.       Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jika terdapat kesalahan pada makalah ini mohon dimaklumi dan kami sangat mengharapkan saran atau kritikan demi perbaikan makalah kami ke depannya. Terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA

Hutami, Sri, Ika Mariska, dan Yati Supriati. 2006. Peningkatan Keragaman Genetik Tanaman melalui Keragaman Somaklonal. Jurnal AgroBiogen 2(2):81-88. http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/pdf/agrobiogen_2_2_ 2006_81-88.pdf (diambil pada tanggal 12 Mei 2013).
Mariska, Ika. 2002. Perkembangan Penelitian Kultur In Vitro pada Tanaman Industri, Pangan, dan Hortikultura. Buletin AgroBio 5(2):                           45-50.http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/pdf/agrobio_5_2_45-50.pdf (diambil pada tanggal 12 Mei 2013).
Riduan, Ahmad. 2007. Variasi Somaklonal Sebagai Salah Satu Sumber Keragaman Genetik untuk Perbaikan Sifat Tanaman. ISSN 1410-1939. http://online-journal.unja.ac.id/index.php/agronomi/article/download/384/30 1 (diambil pada tanggal 12 Mei 2013).
Yunita, Rossa. 2009. Pemanfaatan Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro Dalam Perakitan Tanaman Toleran Cekaman Abiotik. Jurnal Litbang Pertanian, 28(4). http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3284094.pdf (diambil pada tanggal 12 Mei 2013).

Tidak ada komentar: