AKIDAH, USHULUDDIN,
TEOLOGI, TAUHID, DAN ILMU KALAM
![]() |
OLEH
1.
ABULKHAIR ABDULLAH
2.
ADE IRMADWIARTI FIRMANSYAH
3.
AGUS SALIM
JURUSAN
FARMASI
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA-GOWA
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga dalam pembuatan makalah
ini dapat terselesaikan sebagaiman mestinya. Salam dan shalawat semoga tetap
tercurah kepada rasulullah Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya, dan kepada
umatnya hingga akhir zaman.
Pertama-tama
kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang dengan kegigihan dan keikhlasannya membimbing kami
sehingga kami bisa mengetahui sedikit demi sedikit apa yang sebelumnya kami tidak
ketahui. Juga tak lupa teman-teman seperjuangan yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini.
Makalah
ini kami buat dengan sesederhana mungkin dan jika ada kesalahan dalam penulisan
makalah ini, kami berharap dan memohon saran serta kritikan dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini ke depannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Samata,
3 Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................. i
Daftar isi............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang....................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah................................................................... 2
C. Tujuan
Makalah...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Akidah................................................................................... 3
B. Ushuluddin............................................................................. 6
C. Teologi................................................................................... 7
D. Tauhid.................................................................................... 9
E.
Ilmu Kalam........................................................................... 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................... 16
B. Saran................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Akidah
adalah inti dari keislaman, menjadi asas bangunan Islam dan mewarnai perilaku
setiap muslim. Oleh karena itu, kelurusan akidah generasi muda Islam lenyap
dari negeri tercinta ini.
Seringkali
seorang muslim bingung di tengah banyaknya paham dan pertentangan dalam akidah
Islam. Sebenarnya perselisihan dan pertentangan adalah suatu yang lumrah di
dunia ini, di mana kejahatan selalu berseteru melawan kebajikan, kebenaran akan
menang. Dalam kondisi ini, yang diperlukan oleh seorang muslim adalah kemampuan
dan kejelian dalam menilai setiap aliran pemikiran yang dihadapinya.
Begitu
pentingnya akidah ini sehingga Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wasalam,
penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada
di Mekkah dengan menekankan masalah akidah ini. Karena akidah adalah landasan
semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia ibarat kepalanya, maka apabila suatu
ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah akidah lebih dahulu.
Di sinilah pentingnya akidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan
keberhasilan dunia dan akhirat. Dialah kunci menuju Surga.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu:
a. Akidah;
b. Ushuluddin;
c. Teologi;
d. Tauhid; dan
e.
Ilmu Kalam.
C. Tujuan Makalah
Setelah
terselesaikannya makalah ini, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi
pembaca dan lebih memahami lagi apa itu akidah, ushuluddin, teologi, dan
tauhid, dan ilmu kalam.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Akidah
Secara umum,
kita dapat mengatakan bahwa Islam terdiri atas dua komponen, yaitu:[1]
a.
Akidah
b.
Syariat
Akidah
berasal dari kata aqad berarti pengikatan.
Akidah adalah apa yang diyakini seseorang. Jika dikatakan, “dia mempunyai
aqidah yang benar”, berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Akidah merupakan
perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu.
Adapun makna Akidah secara Syara’ adalah iman kepada Allah, para Malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, serta kepada qadar baik dan qadar
buruk.[2]
Adapun syariat
adalah beberapa hukum amaliah, baik terhadap ibadah, muamalah antara sesama
manusia, munakahah (perkawinan), siyasah (pemerintahan), atau lainnya. Semua
hal tersebut bersumber dari ayat, hadis, ijma’, dan qiyas.[3]
Akidah juga
dapat dimaksudkan sebagai pendapat dan fikiran atau anutan yang mempengaruhi
jiwa manusia, lalu menjadi sebagai suatu suku dari manusia sendiri, dibela dan
dipertahankan bahwa hal itu adalah benar. Harus dipertahankan dan
diperkembangkan.[4]
Syekh Thahir Al
Jazairy (1851-1919) menerangkan bahwa:[5]
“Akidah
Islam ialah hal-hal yang diyakini oleh orang-orang Islam, artinya mereka
menetapkan atas kebenarannya.”
Tiap-tiap
manusia mempunyai beberapa i’tikad sedikit atau pun banyak. Semakin banyak
pengalamannya semakin subur ma’rifatnya. Semakin bertambah ilmunya semakin
bertambah pula i’tikadnya dan lapangannya.[6]
Akidah yang
benar hanya satu, yaitu akidah yang sesuai dengan akidah Rasulullah SAW dan
para sahabatnya. Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah adalah yang sesuai dengan akidah
Rasulullah SAW dan akidah para sahabatnya.[7]
Gustave Lebon
(seorang ahli sosiologi), menerangkan bahwa faktor-faktor yang membentuk akidah
seseorang manusia ada dua macam, yaitu:[8]
a.
Faktor
yang tumbuh dari dalam:
-
Perangai;
-
Contoh
teladan yang utama yang dipandang sebagai suatu kesempurnaan yang harus
dicapai;
-
Kebutuhan-kebutuhan
hidup, makanan, minuman, dan sebagainya;
-
Sesuatu
yang disukai manusia dan dicintainya; dan
-
Keinginan
yang sangat keras kepada memperoleh sesuatu yang disukai.
b.
Faktor
yang tumbuh dari luar:
-
Urusan-urusan
yang belum jelas diketahui yang memerlukan penjelasan, yaitu sesuatu yang
mendorong manusia kepada mengetahui penjelasannya;
-
Merasa
puas menerima sesuatu akidah lantaran pengaruh lingkungan, pengaruh pidato,
pengaruh harian-harian yang berkembang, buku-buku yang tersebar, atau anjuran
seorang yang mempunyai wibawa dan berpengaruh;
-
Tanggapan-tanggapan
yang mula-mula timbul, yaitu sesuatu sifat atau hokum yang bergelimang di dalam
dada tentang sesuatu urusan yang tadinya tidak diketahui;
-
Ucapan-ucapan
yang disebutkan oleh para propagandis (da’i) yang diucapkan untuk menyeru masyarakat
kepada sesuatu akidah;
-
Gambar-gambar,
baik terlukis di hati atau terlukis di tulisan seperti lukisan, ucapan yang
didengarkan;
-
Persangkaan-persangkaan
yang selalu menyertai manusia semenjak dari masa kecilnya hingga dia mengakhiri
hayatnya. Persangkaan-persangkaan itulah yang mendorong manusia berjalan terus tanpa
memikiri akibat-akibatnya; dan
-
Keadaan-keadaan
yang memaksa, yaitu situasi dan suasana, sebagai keadaan peperangan yang
mendorong manusia menganggap baik hukum-hukum yang berlaku di masa peperangan
dan melaksanakannya.
Inilah
faktor-faktor yang menumbuhkan akidah, baik dalam diri masyarakat, maupun dalam
hati perorangan.[9]
2.
Ushuluddin
Ilmu Ushuludin
adalah ilmu yang membahas pokok-pokok (dasar) agama, yaitu akidah, tauhid, dan
I’tikad (keyakinan) tentang rukun Iman yang enam, beriman kepada:[10]
a.
Allah
SWT;
b.
Al-Qur’an
dan kitab-kitab suci samawi;
c.
Nabi
Muhammad dan para Rasul;
d.
Para
Malaikat;
e.
Perkara
ghaib (alam kubur, alam akhirat, mashar, mizan, sirot, surga-neraka); dan
f.
Takdir
baik dan buruk.
Menurut ulama-ulama Ahli Sunnah:[11]
“Ilmu
Ushuluddin ialah ilmu yang membahas padanya tentang prinsip-prinsip kepercayaan
agama dengan dalil-dalil yang qath’I (Al-Quran dan hadis mutawatir) dan
dalil-dalil akal fikiran.”
Sebutan lain bagi Ilmu Ushuludin
adalah Ilmu Teologi (ketuhanan), karena membahas tentang ke-Tauhidan (ke-Esaan)
Allah, sifat, dan asma (nama) Allah.[12]
Sebutan lain yang lebih populer
adalah Ilmu Kalam karena bahasan yang sedang ramai dibahas pada saat lahirnya
Ilmu Kalam adalah masalah kalam (firman Allah). Di samping itu, pembahasan ilmu
ini menggunakan metode ilmu mantiq (logika) sedangkan kata mantiq secara
etimologi bahasa sinonim dengan kalam.[13]
3.
Teologi
Teologi dari segi etimologi berasal
dari bahasa yunani yaitu theologia.
Yang terdiri dari kata theos yang berarti tuhan atau dewa, dan logos yang
artinya ilmu. Sehingga teologi adalah pengetahuan ketuhanan.[14]
Arti istilah ini adalah mengetahui
Tuhan dengan logos (akal) secara teoritik dan sistematik, sebagaimana watak
berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Dalam Islam, pembahasan Teologi haruslah
dikembalikan kepada Al-Quran.[15]
Teologi disebut pula Ilmu Kalam
yaitu ilmu yang menerangkan sifat-sifat Allah yang wajib diketahui dan
dipercayai dan yang terpenting adalah pembahasan mengenai ke-Esaan Allah. Oleh
karena itu, ilmu kalam disebut juga ilmu tauhid. Ada juga yang menyebut teologi
dengan sebutan ilmu ushul artinya ilmu yang membahas tentang pokok-pokok
kepercayaan dalam agama.[16]
Dalam
arti umum teologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kenyataan-kenyataan
dan gejala-gejala agama yang juga membicarakan tentang hubungan manusia dengan
Tuhannya, baik jalan penyelidikan atau pemikiran murni, atau dengan jalan
wahyu.[17]
Aspek pokok dalam kajian ilmu
Teologi Islam adalah keyakinan akan eksistensi Allah yang maha sempurna, maha
kuasa dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Karena itu pula, ruang
lingkup pembahasan yang pokok adalah:[18]
a.
Hal-hal
yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah Mabda. Dalam bagian ini
termasuk Tuhan dan hubungannya dengan alam semesta dan manusia;
b.
Hal
yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara manusia dan Allah
atau disebut pula wasilah meliputi malaikat-malaikat, nabi/rasul, dan
kitab-kitab suci; dan
c.
Hal-hal
yang berhubungan dengan sam’iyyat (sesuatu yang diperoleh melalui lewat sumber
yang meyakinkan, yakni Al-Quran dan hadis, misalnya tentang alam kubur, azab
kubur, bangkit di padang mahsyar, alam akhirat, arsh, lauhil mahfud, dan
lain-lain.
Wilayah pembahasan teologi Islam
secara ilmiyah dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu:[19]
1.
Teologi islam klasik
teoritik.
Disiplin ilmu ini, hanya membahas secara teoritik
aspek-aspek ketuhanan dan berbagai kaitan-Nya.
2.
Teologi islam
kontemporer praktik.
Disiplin ilmu ini, secara praktik membahas ayat-ayat
Tuhan dan sunnah-sunnah Rasul-Nya yang nilai doktrinnya mengadvokasi berbagai ketimpangan
sosial.
4.
Tauhid
Tauhid adalah konsep
dalam aqidah Islam yang
menyatakan keesaan Allah. Mengamalkan
tauhid dan menjauhi syirik merupakan
konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah
diikrarkan oleh seorang muslim.[20]
1.
Rububiyah
Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki,
merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan
manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana
terdapat dalam Q.S.
Az-Zumar ayat 62:
"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara
segala sesuatu".
Hal yang seperti ini diakui oleh
seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang
mengingkari hal ini
seperti kaum
atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena
kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui
bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan
mengaturnya.
2.
Uluhiyah
Beriman bahwa hanya Allah semata yang
berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sesuai
dengan firman Allah dalam Q.S. Ali Imran
ayat 18:
"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang
yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana"
Beriman terhadap uluhiyah Allah
merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyah-Nya. Mengesakan
Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti shalat, doa,
nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut, dan berbagai
macam ibadah lainnya. Di mana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah
itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para
rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy.
Beriman bahwa Allah memiliki nama dan
sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan keagungan-Nya. Umat Islam
mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah.
Ilmu Tauhid ialah ilmu yang
membicarakan tentang cara-cara menetapkana akidah agama dengan mempergunakan
dalil-dalil yang meyakinkan, baik dalil-dalil itu merupakan dalil naqli, dalil
aqli, ataupun dalil wijdani (perasaan halus).[22]
Dinamakan ilmu ini dengan Tauhid
karena pembahasan-pembahasannya yang paling menonjol ialah pembahasan tentang
ke-Esaan Allah yang menjadi sendi asasi agama Islam, bahkan sendi asasi bagi
segala agama yang benar yang telah dibawakan oleh para rasul yang diutus Allah.[23]
Menurut Syekh Muhammad Abduh
(1849-1905), Ilmu Tauhid yang juga disebut Ilmu Kalam, memberikan ta’rif
sebagai berikut:[24]
“Tauhid ialah
ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap
bagi-Nya, sifat-sifat yang jaiz disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat
yang sama sekali wajib ditiadakan dari pada-Nya. Juga membahas tentang
rasul-rasul Allah untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa yang ada pada
dirinya, hal-hal yang jaiz dihubungkan pada diri mereka, dan hal-hal yang
terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.”
Yang terpenting
dalam pembahasan ilmu ini ialah mengenai ke-Esaan Allah. Menurut ulama-ulama
Ahli Sunnah:[25]
“Adapun
Tauhid itu ialah bahwa Allah itu Esa dalam dzat-Nya, tidak terbagi-bagi, Esa
dalam sifat-sifat-Nya yang azali, tiada tara bandinganbagi-Nya, dan Esa dalam
perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya.”
Ilmu yang digunakan
untuk menetapkan akidah-akidah diniyah yang di dalamnya diterangkan segala yang
disampaikan rasul dari Allah SWT tumbuh bersama tumbuhnya agama di dunia ini.[26]
Para ulama di
setiap umat berusaha memelihara agama dan meneguhkannya dengan aneka macam dalil
yang dapat mereka kemukaakn. Tegasnya, Ilmu Tauhid ini dimiliki oleh semua umat
hanya saja dalam kenyataannya yang berbeda-beda. Ada yang lemah, ada yang kuat,
ada yang sempit, ada yang luas menurut keadaan masa dan keadaan dan hal-hal
yang mempengaruhi perkembangan umat, seperti tumbuhnya bermacam-macam rupa
pembahasan.[27]
Adapun ilmu
menetapkan akidah-akidah islamiyah dengan jalan mengemukakan dalil-dalil dan
mempertahankan dalil-dalil itu, maka ilmu ini tumbuh bersama-sama dengan
tumbuhnya Islam, dan dia dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang mempengaruhi
jalan fikiran umat Islam dan keadaan-keadaan mereka.[28]
4.
Ilmu Kalam
Pengertian secara harfiah, kata Kalam berarti pembicaraan. Tetapi
bukan dalam arti sehari melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dan menggunakan logika.
Maka ciri utama Ilmu Kalam adalah rasionalitas dan logik. Sehingga ia erat dengan ilmu
mantiq/logika.[29]
Menurut
istilah, Ibnu Khaldun (1333-1406) menerangkan:[30]
“Ilmu
Kalam ialah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan
kepercayaan-kepercayaan iman, dengan menggunakan dalil-dalil fikiran dan berisi
bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan Salaf
dan Ahli Sunnah.”
Ilmu
Kalam dikenal sebagai ilmu keislaman yang berdiri sendiri, yakni pada masa
Khalifah Al-Ma’mun (813-833) dari Bani Abbasiyah. Sebelum itu, pembahasan
terhadap kepercayaan Islam tersebut disebut Al Fiqhu Fiddin lawan dari Al Fiqhu
Fil Ilmi.[31]
Adapun
ilmu ini dinamakan juga Ilmu Kalam karena:[32]
a.
Persoalan
yang terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad permulaan hijriah ialah
apakah Kalam Allah (Al-Quran) itu qadim atau hadis. Karena itu keseluruhan Ilmu
Kalam ini dinamai dengan salah satu bagiannya yang terpenting.
b.
Dasar
Ilmu Kalam ialah dalil-dalil fikiran dan pengaruh dalil fikiran ini tampak
jelas dalam pembicaraan para mutakallimin. Mereka jarang memepergunakan dalil
naqli (Al-Quran dan hadis) kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan
terlebih dahulu berdasarkan dalil-dalil fikiran.
Aspek pokok dalam Ilmu Kalam adalah
keyakinan akan eksistensi Allah yang Maha Sempurna, Maha Kuasa, dan memiliki
sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Karena itu pula, ruang lingkup pembahasan
dalam Ilmu Kalam yang pokok adalah:[33]
a.
Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering
disebut dengan istilah Mabda. Dalam bagian ini termasuk pula bagian takdir;
b.
Hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara
antara manusia dan Allah atau disebut pula washilah meliputi malaikat, nabi/
rasul, dan kitab-kitab suci; dan
c.
Hal-hal yang
berhubungan dengan hari yang akan
datang, atau disebut juga ma’ad,
meliputi surga, neraka, dan sebagainya.
Sumber utama Ilmu Kalam ialah
Al-Quran dan hadis nabi yang menerangkan tentang wujudnya Allah,
sifat-sifat-Nya, dan persoalan akidah Islam lainnya. Ulama-ulama Islam dengan
tekun dan teliti memahami nash-nash yang bertalian dengan masalah akidah ini,
menguraikan dan menganalisisnya, dan masing-masing golongan memperkuat
pendapatnya dengan nash-nash tersebut.[34]
Dalil-dalil fikiran dipersubur
dengan filsafat Yunani dan unsur-unsur lain. Oleh karena itu, pembahasan Ilmu
Kalam ini selalu berdasarkan kepada dua hal, yaitu dalil naqli (Al-Quran dan
hadis) dan dalil aqli (akal fikiran).[35]
Tidak tepat kalau dikatakan bahwa
Ilmu Kalam itu merupakan ilmu keislaman yang murni karena di antara
pembahasan-pembahasannya banyak berasal dari luar Islam, sekurang-kurangnya
dalam metodenya. Tetapi juga tidak benar kalau dikatakan bahwa Ilmu Kalam itu
timbul dari filsafat Yunani sebab unsur-unsur lainnya juga ada. Yang benar
ialah kalau dikatakan bahwa Ilmu Kalam itu bersumber pada Al-Quran dan hadis
yang perumusan-perumusannya didorong oleh unsur-unsur dari dalam dan dari luar.[36]
Menurut
al-Farabi, ilmu ini dapat berguna untuk mempertahankan atau menguatkan
penjelasan tentang akidah dan pemahaman keagamaan islam dari serangan
lawan-lawannya melalui penalaran rasional. Tetapi patut dicatat bahwa ilmu
kalam yang berkembang dalam Islam ini, sekalipun dalam pembahasannya banyak
mempergunakan argumen-argumen rasional, umumnya tetap tunduk kepada wahyu.
Perbedaan yang kerap muncul hanya terletak pada tingkat pengakuan fungsi akal
untuk memahami wahyu serta tingkat iberalisasi interpretasi dari skripturalisas
(kehafiahan) pembacaan atas teks. Pada fokus ini ilmu kalam dapat dibedakan
dari filsafat maupun fikih. Ilmu kalam merupakan ilmu yang membahas segala
sesuatu yang erhubungan dengan uluhiah, termasuk kalamullah.[37]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
1.
Aqidah berasal dari kata aqad berarti pengikatan. Akidah secara Syara’ adalah iman kepada
Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, serta
kepada qadar baik dan qadar buruk.
2.
Ilmu
Ushuludin adalah ilmu yang membahas pokok-pokok (dasar) agama, yaitu akidah,
tauhid, dan I’tikad (keyakinan) tentang rukun Iman yang enam.
3.
Teologi dari segi
etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu theologia. Yang terdiri dari kata theos yang berarti tuhan atau
dewa, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah pengetahuan
ketuhanan.
Dalam arti umum teologi merupakan ilmu
yang mempelajari tentang kenyataan-kenyataan dan gejala-gejala agama yang juga
membicarakan tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, baik jalan penyelidikan
atau pemikiran murni, atau dengan jalan wahyu.
4.
Tauhid adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan
keesaan Allah.
Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan
konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
5.
Pengertian secara harfiah, kata Kalam berarti pembicaraan. Tetapi
bukan dalam arti sehari melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dan menggunakan logika.
Maka ciri utama Ilmu Kalam adalah rasionalitas dan logik. Sehingga ia erat dengan ilmu
mantiq/logika.
B.
Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Jika terdapat kesalahan pada makalah ini mohon dimaklumi dan kami
sangat mengharapkan saran atau kritikan demi perbaikan makalah kami ke
depannya. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, M. Hasbi. 1992. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam.
Jakarta: PT Bulan Bintang.
Nasir, Salihun A. 1996. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Romas, Chumaidi Syarif. 2000. Wacana Teologi Islam Kontemporer. Yogyakarta:
PT Tiara Wacana Yogya.
Zamzani, M. Daud, dkk. 2007. Pemikiran Ulama Dayah Aceh. Jakarta:
Prenada Media Group.
[1]
Lihat H. M. Daud Zamzami, dkk, Pemikiran
Ulama Dayah Aceh, 2007, hal. 6
[3]
Ibid, hal. 6
[4]
Lihat M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, 1992, hal. 42
[5]
Lihat Drs. H. Salihun A. Nasir, Pengantar
Ilmu Kalam, 1996, hal. 6-7
[6]
Lihat M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, 1992, hal. 42
[7]
Lihat H. M. Daud Zamzami, dkk, Pemikiran
Ulama Dayah Aceh, 2007, hal. 6
[8]
Lihat M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, 1992, hal. 48-49
[9]
Lihat M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, 1992, hal. 49
[11]
Lihat Drs. H. Salihun A. Nasir, Pengantar
Ilmu Kalam, 1996, hal. 6
[13]
Ibid
[15]
Lihat Chumaidi Syarif Romas, Wacana
Teologi Islam Kontemporer, 2000, hal 10
[19]
Ibid
[21]
Ibid
[22]
Lihat M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, 1992, hal. 1
[23]
Ibid, hal 1
[24]
Lihat Drs. H. Salihun A. Nasir, Pengantar
Ilmu Kalam, 1996, hal. 1-2
[25]
Ibid, hal. 5-6
[26]
Lihat M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, 1992, hal. 3
[27] Ibid,
hal. 3
[28]
Ibid, hal, 4.
[30]
Lihat Drs. H. Salihun A. Nasir, Pengantar
Ilmu Kalam, 1996, hal. 3
[31] Ibid,
hal. 3-4
[32] Ibid,
hal. 5
[34]
Lihat Drs. H. Salihun A. Nasir, Pengantar
Ilmu Kalam, 1996, hal. 28
[35]
Ibid hal. 28-29
[36]
Ibid, hal. 29

Tidak ada komentar:
Posting Komentar