EKSTRAKSI DAN IDENTIFIKASI
KOMPONEN KIMIA BINTANG LAUT BRLP/UIN/2014/I. A (Acanthaster
planci) DENGAN METODE
KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS (KLT)
ASAL PULAU
BARRANG LOMPO, MAKASSAR
OLEH:
KELOMPOK I (SATU)
FARMASI A
LABORATORIUM FITOKIMIA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA-GOWA
2014
EKSTRAKSI DAN
IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA BINTANG LAUT BRLP/UIN/2014/I. A (Acanthaster
planci) DENGAN METODE
KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS (KLT)
ASAL PULAU
BARRANG LOMPO,
MAKASSAR
SULAWESI SELATAN
OLEH:
KELOMPOK I (SATU)
FARMASI A
ABULKHAIR ABDULLAH (70100111001)
AMRAH ARIEF (70100111005)
ARMAILA (70100111011)
ASRIANI BUHARI (70100111013)
DEWI RATNASARI ADRI (70100111020)
DWI YULIANTI ALIFAH (70100111021)
FADLI DZULHIDAYAT (70100111024)
HARDIYANTI SYARIEF (70100111031)
IKA ASRIANI Z (70100111035)
JULIANI BTE ROSMAN (70100111040)
MUHAMMAD IRSYAD (70100111047)
LABORATORIUM FITOKIMIA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA-GOWA
2014
EKSTRAKSI DAN
IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA BINTANG LAUT BRLP/UIN/2014/I. A (Acanthaster
planci) DENGAN METODE
KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS (KLT)
ASAL PULAU
BARRANG LOMPO,
MAKASSAR
SULAWESI SELATAN
DISETUJUI
OLEH:
ASISTEN
PEMBIMBING
MUHAMMAD
RAIS, S.Farm
MENGETAHUI:
DosenPembimbing: KoordinatorAsisten:
MUKHRIANI.
S.Si., M.Si., Apt SYAMSUL
BAHRAIN. S.Farm., Apt
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara maritim yang sebagian besar
wilayahnya merupakan laut. Laut merupakan wilayah yang sangat luas dan memiliki
berbagai jenis biota laut potensial di dalamnya. Biota laut diantaranya
merupakan sumber substansi bioaktif yang banyak digunakan dalam bidang
farmakologi sebagai bahan obat-obatan alami.
Echinodermata merupakan salah satu komponen penting dalam
hal keanekaragaman fauna di daerah terumbu karang (Clark, 1976: 95). Hal ini
karena terumbu karang berperan sebagai tempat berlindung dan sumber pakan bagi
fauna achinodermata. Secara ekologi fauna echinodermata berperan sangat penting
dalam ekosistem terumbu karang, terutama dalam rantai makanan (food web), karena biota tersebut umumnya
sebagai pemakan detritus dan predator (Birkeland, 1989: 79).
Salah satu contoh jenis asteroid umunya sebagai fauna predator,
yaitu Acanthaster planci yang
merupakan pemangsa polip karang. Sedangkan jenis ophiuroid dan holothuroid
sebagai pemakan detritus tapi ada
beberapa jenis echinoid adalah
herbivora (Aziz, 1981: 41).
Racun yang terdapat dalam duri bintang laut ternyata
memiliki potensi yang besar di bidang obat-obatan, sehingga nilai tambah
ekonomisnya bertambah secara signifikan. Kandungan racun terdiri dari placinin, PLA-2, dan plancitoxin (Shiomi, 2004:
499-506).
Mengingat
pentingnya peran bintang laut ini, maka dilakukanlah penulisan laporan dengan
berbagai penelitian terhadap sampel tersebut. Diharapkan laporan ini dapat
menjadi salah satu referensi dalam pengetahuan dan pemahaman bintang laut.
B.
Maksud
dan Tujuan Percobaan
1. Maksud
Percobaan
Mengetahui dan memahami metode ekstraksi dan identifikasi
komponen kimia sampel ekstrak bintang laut (Acanthaster
planci).
2. Tujuan
Percobaan
Memahami metode ekstraksi dan identifikasi komponen kimia
sampel ekstrak bintang laut (Acanthaster
planci) dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Uraian
Sampel
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Stelleroidea
Orde : Valvatida
Famili : Acanthasteridae
Genus : Acanthasters
Spesies : Acanthaster
planci
2. Morfologi
Struktur tubuh
Acanthaster planci sama dengan
struktur umum dari Asteroidea, yaitu:
a.
Badan
berbentuk radial simetris, dengan tubuh mirip cakram bersumbu oral dan aboral
yang mempunyai lengan-lengan.
b.
Bagian
oral (mulut) menghadap ke bawah sedangkan bagian aboral menghadap ke atas. Di
bagian aboral terdapat madreporit dan anus.
c.
Lubang
madreporit berjumlah 6-13, sedangkan lubang anus berjumlah 1-6 buah. Bintang
laut Acanthaster planci mempunyai
lengan antara 8-21 buah. Duri-duri yang beracun berukuran 2-4 cm menghiasi
permukaan aboral tubuh cakram dan lengan-lengannya.
Warna tubuh Acanthaster planci dapat bervariasi
antar lokasi. Di perairan Thailand dan Maladewa (Maldive) warna tubuh biru
keunguan, di GBR berwarna merah dan kelabu, sedangkan di Hawaii. Dan
sebagainya.
3. Nama
Lokal
Bintang laut Acanthaster planci memiliki nama
Indonesia sebagai terjemahan dari nama Inggrisnya “mahkota duri” atau “mahkota
berduri”. Menyebut atau menulis nama lengkap “bintang laut mahkota duri”
dianggap terlalu panjang, maka penulis mengusulkan digunakan nama kependekannya
saja “BLMD”. Di dalam komunikasi ilmiah berbahasa Inggris, para peneliti
menggunakan nama “COT” kependekan dari “crown of thorns”, sebagai pengganti Acanthaster planci. Di luar Indonesia, Acanthaster planci mempunyai nama lokal
“alamea” (Tonga, Samoa), “bula” (Fiji) dan “rrusech” (Palau).
4. Kandungan
Kimia
44%-45% protein,
3%-5% karbohidrat, 1,5% lemak.
5. Kegunaan
Penyakit asma
selama ini diketahui belum ada obat yang bisa menyembuhkannya, begitu pula
dengan radang sendi atau arthritis. Tapi studi terbaru dari ilmuwan kelautan
menunjukkan bahwa bintang laut bisa menjadi obat untuk penderita asma dan
radang sendi.
Sebuah tim peneliti
dari Scottish Association for Marine Science telah mempelajari substansi atau
bahan berlendir yang melapisi tubuh bintang laut berduri.
Peneliti menemukan bahwa bahan licin pada bintang laut
lebih baik dari Teflon untuk menghentikan puing-puing menempel pada tubuh
bintang laut, sehingga bisa menjaga kebersihannya.
Dan peneliti
percaya bahwa bahan tidak lengket ini dapat dijadikan senjata baru yang penting
untuk mengobati penyakit inflamasi atau peradangan seperti asma dan radang
sendi.Penyakit peradangan seperti asma dan radang sendi merupakan kondisi yang
terjadi ketika respon alami tubuh terhadap infeksi dipercepat diluar kendali.
Hal ini membuat sel
darah putih (leukosit) yang bertugas memerangi infeksi mulai menumpuk di
pembuluh darah dan menempel pada sisi-sisinya, sehingga dapat menyebabkan
kerusakan jaringan.
Lendir bintang laut
dapat digunakan untuk melapisi pembuluh darah yang akan membiarkan sel darah
putih mengalir dengan mudah, sel-sel darah putih harus tetap mengalir pada
pembuluh darah. Jadi tim peneliti mulai mempelajari bagaimana lendir bintang
laut dapat mengatasi hal ini dan mencegah terjadinya peradangan pada tubuh
manusia.
Ini dapat
mengurangi jumlah obat yang harus diminum pasien asma dan radang sendi, yang
sering memiliki efek samping yang tidak diinginkan, bintang laut sangat efektif
dan telah banyak membantu pengobatan manusia.
B.
Metode
Ekstraksi
Maserasi adalah
salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem
tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda
ini pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi
merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan
panas ataupun tahan panas.
Namun biasanya
maserasi digunakan untuk mengekstrak senyawa yang tidak tahan panas
(termolabil) atau senyawa yang belum diketahui sifatnya. Karena metoda ini
membutuhkan pelarut yang banyak dan waktu yang lama.
Secara
sederhana, maserasi dapat kita sebut metoda “perendaman” karena memang proses
ekstraksi dilakukan dengan hanya merendam sample tanpa mengalami proses lain
kecuali pengocokan (bila diperlukan). Prinsip penarikan (ekstraksi) senyawa
dari sample adalah dengan adanya gerak kinetik dari pelarut, di mana pelarut
akan selalu bergerak pada suhu kamar walaupun tanpa pengocokan. Namun untuk
mempercepat proses biasanya dilakukan pengocokan secara berkala.
C.
Ekstraksi
Cair Padat
Ekstraksi
adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan
bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu atau lebih
komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai
separating agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari
komponen-komponen dalam campuran.
Menurut Estien
Yazid (2005), berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi
dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair.
1.
Ekstraksi padat-cair; zat yang
diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis
ini banyak dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung
di dalam bahan alam seperti steroid, hormon, antibiotika dan lipida pada
biji-bijian.
2.
Ekstraksi cair-cair; zat yang
diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair
sering juga disebut ekstraksi pelarut banyak dilakukan untuk memisahkan zat
seperti iod atau logam-logam tertentu dalam larutan air.
D.
Kromatografi
Lapis Tipis
Kromatografi adalah salah satu metode pemisahan kimia
yang didasarkan pada adanya perbedaan partisi zat pada fasa diam (stationary phase) dan fasa gerak (mobile phase). Kromatografi berasal
dari bahasa Yunani yaitu chró̱ma yang berarti warna dan gráphein yang berarti menulis.
Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak digunakan, metode
ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap
atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada kempeng,
pada dasarya menggunakan mikro pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian
bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di dalam wadah yang tertutup
( Barseoni, 2005). Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang
dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun
selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang
digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan
pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang
berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih
dengan cara trial and error.
Kepolaran eluen
sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi
(Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang
ditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah: Nilai Rf sangat
karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat
digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa
yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu
juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa
yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai
Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf
terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan
sebaliknya (Ewing Galen Wood, 1985). Kromatografi lapis tipis dalam
pelaksanaannya lebih mudah dan murah dibandingkan dengan kromatografi kolom.
Demikian juga peralatan yang digunakan. Kromatografi lapis tipis (KLT) fase
diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang
didukung oleh lempeng pelat alumunium, atau pelat plastik. Fase diam pada KLT
merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10- 30 μm.
Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam, semakin baik kinerja KLT
dalam hal efisien dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah
silica dan serbuk selulosa, sementara mekanismenya adalah adsorpsi dan partisi. Untuk tujuan tertentu,
pejerap atau fase diam dapat dimodifikasi dengan cara pembaceman. Fase gerak
dari pustaka dapat ditentukan dengan uji pustaka atau dengan dicoba-coba
karena pengerjaan KLT ini cukup cepat dan mudah. Sistem yang paling sederhana
ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran ini dapat diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi dengan optimal. Dalam
pembuatan dan pemilihan fase gerak yang harus diperhatikan yaitu kemurnian dari
eluen itu sendiri karena KLT merupak teknik yang sensitif; daya elusi dari
pelarut itu juga harus diatur sedemikian rupa agar harga Rf berkisar antara
0,2-0,8 yang menandakan pemisahan yang baik; polaritas dari pelarut juga
harus diperhatikan agar pemisahan terjadi dengan sempurna. Ada 2 cara yang
digunakan untuk menganalisis secara kuantitatif dengan KLT. Pertama,
bercak yang terbentuk diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan
ukur luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua yaitu dengan mengorek
bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan
menimbang hasil korekan. Identifikasi secara kulitatif pada kromatografi kertas
khususnya kromatografi lapis tipis dapat ditentukan dengan menghitung nilai Rf.
Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa. Harga Rf
didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa titik awal dan jarak
tepi muka pelarut dari titik awal (ibnu,gholib 2007).
Nilai Rf
didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa pada
permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut
sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula
jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat
kromatografi lapis tipis.
E.
Identifikasi
Komponen Kimia
Penapisan fitokimia dilakukan sebagai pemeriksaan kimia
pendahuluan dari simplisia sebelum dilakukan tahap isolasi lebih lanjut.
Pemeriksaan terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan tergantung
kepada sensitivitas dari prosuder analisis dan banyaknya kandungan kimia
senyawa yang diidentifikasi.
Penggolongan
komponen kimia dalam tumbuhan, ada beberapa macam antara lain:
1.
Berdasarkan biosintesis
a.
Metabolit primer.
b.
Metabolit sekunder.
2.
Berdasarkan Kepolaran
a.
Senyawa non polar: steroid, lemak,
minyak atsiri.
b.
Senyawa semi polar: kumarin, kuinon,
alkaloid.
c.
Senyawa polar: glikosida, saponin, dan
lain-lain.
3.
Berdasarkan sifat asam-basa
a.
Senyawa basa: alkaloid, amina, dan
lain-lain.
b.
Senyawa asam: fenol, flavonoid.
c.
Senyawa netral: kumarin, kuinon, dan
lain-lain.
BAB
III
METODE
PRAKTIKUM
A.
Alat
dan Bahan
1. Alat
yang digunakan
Alat pemotong (pisau), alat penyemprot reagen, alat
sentrifuse, chamber, gegep, gelas ukur, gunting, kain saring, kamera, lampu UV,
mistar, mortar dan stamper, oven, pensil, pipa kapiler, pipet tetes, rak
tabung, rotavapor, tabung sentrifuse, timbangan, toples, vial, dan wadah (mangkok).
2. Bahan
yang digunakan
Sampel ekstrak AlCl3, aluminium foil, bintang
laut (Acanthaster planci), dragendorf,
etil asetat, FeCl3, heksan, H2SO4, KOH,
Liebermann bouchordat, metanol, dan plat lempeng KLT (silica gel).
B.
Pengerjaan
sampel biota laut BRLP/UIN/2014/III. A
1. Pengambilan
Sampel
a)
Disiapkan
alat dan bahan.
b)
Diambil
sampel laut bintang laut yang berwarna merah yang masih segar.
c)
Dikumpulkan
dalam satu wadah.
2. Pengolahan
Sampel
a)
Disiapkan
alat dan bahan.
b)
Dibersihkan
sampel bintang laut dengan air laut.
c)
Dipotong
dadu untuk memudahkan proses ekstraksi.
d)
Ditimbang
sampel.
3. Ekstraksi
Sampel
a)
Disiapkan
alat dan bahan.
b)
Dimasukkan
sampel bintang laut yang sudah ditimbang ke dalam toples.
c)
Ditambahkan
cairan penyari (metanol) hingga membasahi semua sampel bintang laut.
d)
Didiamkan
1 kali 24 jam.
e)
Disaring
sample bintang laut dan ditambahkan lagi cairan penyari (metanol) yang baru.
f)
Didiamkan
1 kali 24 jam.
g)
Disaring
lagi.
h)
Dirotavapor
filtrat bintang laut.
i)
Dikeringkan
hingga menjadi ekstrak kering.
4. Identifikasi
Kromatografi Lapis Tipis
a)
Disiapkan
alat dan bahan.
b)
Dilarutkan
ekstrak metanol kering dalam vial.
c)
Dibuat
perbandingan eluen dengan perbandingan heksan : etil esetat (3:1) yaitu 4,5 mL
: 1,5 mL.
d)
Dimasukkan
eluen ke dalam chamber, dan di jenuhkan chamber.
e)
Dibuat
garis batas atas 0,5 cm dan batas bawah 1 cm pada plat lempeng KLT.
f)
Diaktifkan
lempeng di dalam oven.
g)
Dibuat
totolan sampel bintang laut (Acanthaster
planci) sebanyak tujuh totolan pada lempeng KLT.
h)
Dimasukkan
lempeng KLT ke dalam chamber yang sudah jenuh.
i)
Ditunggu
hingga lempeng KLT terelusi.
j)
Diangkat
lempeng KLT saat eluen telah mencapai garis batas atas lempeng KLT.
k)
Dipotong
ditiap-tiap totolan.
l)
Disemprotkan
masing-masing pereaksi yaitu, H2SO4, FeCL3,
AlCl3, KOH, dragendorf, dan liebermann bouchordat.
m) Dipanaskan plat KLT yang di semprotkan pereaksi
Liebermann bouchard dan H2SO4.
n)
Diamati
lempeng yang disemprotkan Liebermann bouchordat dan AlCl3 di UV 366
sedangkan lempeng yang lain diamati dengan mata telanjang.
o)
Difoto
hasil pengamatan.
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
A. Tabel
Pengamatan
Table 1. Hasil Ekstraksi Bintang Laut (Acanthaster planci)
No
|
Jenis Ekstraksi
|
Jenis Ekstrak
|
Volume pelarut (mL)
|
1
|
Maserasi
|
Metanol cair + garam
|
1000
|
2
|
Cair-Cair
|
Heksan
|
115
|
3
|
Berat Sampel Maserasi
|
Metanol cair + garam
|
14,4860 g
|
4
|
Berat Sampel Partisi
|
Heksan
|
0,1448 g
|
Table 2. Hasil Identifikasi KLT Bintang Laut (Acanthaster planci)
Jenis
Ekstrak
|
Eluen
|
Perbandingan
|
Jumlah Noda
|
||
254 nm
|
366 nm
|
H2SO4 10%
|
|||
Metanol
|
Heksan: etil asetat
|
3 : 1
|
1
|
0
|
2
|
Table 3. Hasil Identifikasi Komponen Kimia Bintang Laut (Acanthaster planci)
No
|
Jenis Pereaksi
|
Komponen Kimia
|
Nilai Rf
|
1
|
H2SO4
|
-
|
0,67
|
2
|
Dragendorf
|
(+) Alkaloid
|
0,54
|
3
|
FeCl3
|
(-) Fenolik
|
0,72
|
4
|
AlCl3
|
(-) Flavanoid
|
0,54
|
5
|
KOH
|
(-) Kumarin
|
0,763
|
6
|
LB
|
(-) Steroid
|
0,72
|
BAB V
PEMBAHASAN
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau
zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan atau biota laut. Zat-zat aktif
tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian
pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dan pemilihan pelarut
tertentu dalam mengekstraksinya.
Pada percobaan ini digunakan metode ektraksi masersi.
Prinsip dari metode maserasi adalah penyarian sederhana dengan merendam serbuk
simplisia dalam suatu bejana dengan penyarian cairan yang sesuai selama
beberapa hari dengan temperatur kamar, terlindung dari cahaya matahari sambil
diaduk, di mana cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam
rongga sel lalu meyari zat aktif, karena adanya perbedaaan konstransi tinggi
akan terdesak keluar sek (terjadi proses difusi). Peristiwa tersebut berulang
sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan
diluar sel.
Adapun cara kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah
pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan kemudian dipotong
dadu sampel Acanthaster planci lalu
ditimbang sampel sebanyak 750 gram dan
dimasukkan kedalam tolpes kaca, setelah itu ditambahkan pelarut metanol
sampai merendam seluruh bagian dari sampel, penambahan metanol dimaksudkan
untuk melarutkan zat aktif yang terdapat dalam sampel dan ditutup menggunakan
penutup toples agar pelarut yang digunakan tidak menguap, setelah itu disaring
dengan menggunakan kain putih dan dibantu dengan corong pisah ke dalam toples
bersih. Setelah itu kemudian dievaporasi dengan menggunakan alat rotavapor, di
mana rotavapor ini merupakan suatu instrumen yang tergabung antara beberapa
instrumen, yang bergabung menjadi satu bagian, dan kesatuan ini dinamakan
rotary vakum evaporator. Rotary vakum evaporator adalah instrumen yang
menggunakan prinsip destilasi (pemisahan). Prinsip utama dalam instrument ini
terletak pada penurunan tekanan pada labu alas bulat dan pemutaran labu alas
bulat yang berguna agar pelarut dapat menguap lebih cepat di bawah titik
didihnya. Proses ini dilakukan hingga kandungan metanolnya berkurang kemudian
ditampung ekstrak kentalnya kemudian ditempatkan didekat kipas angin dan
diuapkan sisa pelarut yang masih tertinggal hingga menjadi ekstrak kering.
Setelah ekstrak sampel kering kemudian ditimbang berat ekstrak dan dihitung %
ekstraknya.
Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah
ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi menggunakan sampel Acanthaster planci sebanyak 750 gram diperoleh
berat ekstrak sebesar 14,4860 g. Hasil
partisi 0,1448 g ekstrak. Adapun beberapa faktor kesalahan yang dilakukan pada
percobaan ini adalah pada saat
penggunaan sampel yang masih dalam keadaan basah, sehingga kandungan airnya
cukup tinggi dan kandungan garamnya juga yang tinggi karena merupakan biota
yang berasal dari laut dan juga
penggunaan pelarut yang tidak diketahui berapa jumlahnya.
Hubungan percobaan ini dengan dunia farmasi adalah agar
seorang farmasis dapat mengetahui senyawa obat yang terdapat dalam suatu
simplisia sebelum diolah menjadi suatu produk farmasi.
Kromatogfari Lapis Tipis
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan peramabatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu
fase diam dan fase gerak. Pemisahan KLT dikembangkan oleh Ismailoff dan Schraiber
pada tahun (1938). Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan
fitokimia dengan adsorbs pada lapisan tipis adsorben dikenal dengan nama Thin Lager Chormatografi (TLC). Prinsip
kerja KLT adalah partisi dan adsorbsi di mana aluen sebagai fase gerak dan
lempeng KLT sebagai fase diam.
Dalam praktikum yang telah digunakan fase gerak yaitu
eluen dan terdiri dari heksan:etil dengan perbandingan 3:1 dan fase diam
digunakan lempeng KLT yang mengandung silika gel yang berfungsi sebagai
penjerap komponen yang polar.
Adapun cara kerja dari percobaan ini yaitu lempeng silica
GF 254 diaktifkan terlebih dahulu dengan menggunakan oven pada suhu 110
selama 10-15 menit atau hingga lempeng
terlihat bengkok. Kemudian diberikan batas atas 1,0 cm dan batas bawah 0,5 cm.
batas bawah berfungsi agar memudahkan kita dalam menotol sampel (start line) dan batas atas berfungsi
agar memudahkan kita melihat batas elusi (finish
line). Kemudian dipotong lempeng dengan ukuran 1x7 cm sebanyak 3+1 potongan
agar ketika kita membuat kesalahan dapat menggunakan lempeng cadangan. Lalu
setelah semua persiapan lempeng telah siap dilakukan penjenuhan chamber yaitu eluen
yang akan digunakan sebagai fase gerak dimasukkan ke dalam chamber yang
bertutup sebanyak 0,5 mm. Ke dalam eluen tersebut kemudian dimasukkan potongan
kertas saring yang dilebihkan sampai keluar dan chamber. Jika eluen sudah
membasahi minimal ¾ bagian kertas saring, ini menunjukkan bahwa chamber
tersebut sudah jenuh dan siap digunakan.
Alasan mengapa eluen harus dijenuhkan yaitu agar tekanan dalam chamber sama
agar noda yang ditotol naik secara bersamaan dan menghasilkan noda yang lurus
atau sejajar.
Setelah persiapan lempeng dan penjenuhan chamber telah
siap selanjutnya penotolan. Dimasukkan ekstrak metanol Acanthaster planci secukupnya ke dalam vial yang telah dibilas
terlebih dahulu menggunakan metanol kemudian ditambahkan pelarut
kloroform:methanol (1:1) lalu dihomogenkan, pelarut ditambahkan hingga larutan
tembus cahaya. Sampel ditotolkan pada garis batas bawah (start line) lempeng dengan menggunakan pipa kapiler secara tegak
lurus sehingga diperoleh penotolan yang sempurna. Lempeng tersebut kemudian
diangin-anginkan lalu dimasukkan ke dalam chamber yang tadi telah dijenuhkan
dengan menggunakan pinset. Posisi lempeng berdiri dengan kemiringan ± 50
dari dinding chamber. Chamber ditutup dan lempeng dibiarkan terelusi sampai
batas atas (finish line) pada bagian
atas lempeng tercapai.
Setelah lempeng terelusi dengan sempurna, kemudian
selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menggunakan lampu UV 254 nm, 366 nm dan
semprot H2SO4 10%. Setiap pengamatan yang dilakukan disertai dengan
pengambilan gambar. Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan
sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang
terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya
yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari
tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke
keadaan semula sambil melepaskan energi. Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi
dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron
yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi
kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang
tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak
berfluororesensi pada sinar UV 366 nm. Prinsip penampakan noda pereaksi semprot
H2SO4 10% adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang
bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga
panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS)
sehingga noda menjadi tampak oleh mata
Pada percobaan ini diperoleh hasil bahwa dari eluen yang
digunakan yaitu heksan:etil 3:1 didapatkan noda pada eluen heksan:etil.
Adapun faktor kesalahan dalam percobaan ini adalah karena
kandungan garam yang tinggi dalam ekstrak yang menyebabkan noda yang
ditampakkan berekor.
Adapun hubungan percobaan kromatografi lapis tipis dengan
dunia farmasi di mana teknik ini merupakan lanjutan ataupun serangkaian proses
dalam menemukan senyawa baru yang bermanfaat sebagai obat.
Partisi
Ekstrak Cair-Cair
Ekstraksi
cair-cair (corong pisah) merupakan proses pemindahan suatu konstituen dalam suatu sample ke
suatu pelarut dengan cara melarutkannya. Ektraksi pelarut bisa disebut
ekstraksi cair-cair yaitu proses pemindahan solut dari padatan ke pelarut
lainnya dan bercampur dengan cara soxhletasai. Prinsip dasar dari ekstraksi
pelarut ini adalah distribusi zat terlarut kedalam pelarut yang bercampur.
Adapun cara kerja dari percobaan partisi cair-cair, yaitu
pertama-tama disiapkan alat dan bahan. Lalu di timbang ekstrak sampel setengah
dari ekstrak yang di peroleh. Kemudian di masukkan sampel dalam corong pisah
dan di tambahkan pelarut heksan hingga 20 ml dan hingga sudah berwarna larutan
heksan. Di mana akan terbentuk dua lapisan, diambil lapisan heksan dan
dimasukkan ke dalam wadah. Di tambahkan heksan secara berkesinambungan hingga
jernih berkisar 115 ml. Lalu di tampung dalam wadah dan diangin-anginkan pada
suhu kamar.
Adapun hasil yang diperoleh dari partisi cair-cair yaitu di
mana ekstrak metanol Acanthaster planci
dengan berat 0,1448 g dengan jumlah pelarut heksan sebanyak 115 ml menghasilkan
ekstrak larut heksan sebesar
Adapun faktor kesalahan dalam percobaan ini adalah karena
kandungan garam yang tinggi dalam ekstrak yang menyebabkan partisi menghasilkan
kecenderungan mendapatkan hasil rendamen yang lebih besar pada bagian yang
tidak larut heksan dari pada yang larut heksan.
Adapun hubungan percobaan partisi cair-cair dengan dunia
farmasi di mana teknik ini merupakan lanjutan ataupun serangkaian proses dalam
menemukan senyawa baru yang bermanfaat sebagai obat, di mana dapat
menyederhanakan kelarutan senyawa yang bermanfaat sebagai bahan obat.
Identifikasi
Komponen Kimia
Salah
satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini juga
digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai
informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas
biologi dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga
dapat digunakan untuk keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain,
seperti sumber tannin, minyak untuk industri, sumber gum, dan lain-lain. Metode
yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid,
flavonoid, senyawa fenolat, tanin, saponin, kumarin, quinon, dan steroid/terpenoid.
Pada percobaan ini dilakukan identifikasi komponen kimia
pada ekstrak metanol Acanthaster planci.
Adapun cara kerja dari percobaan ini yaitu lempeng silika GF 254 diaktifkan
terlebih dahulu dengan menggunakan oven pada suhu 110
selama 10-15 menit atau hingga lempeng
terlihat bengkok. Kemudian lempeng digaris menjadi 7 bagian dengan jarak 1 cm
dengan menggunakan pensil lalu dibuat kira-kira pada jarak batas bawah 1,0 cm
dan jarak batas bawah 0,5 cm batas bawah berfungsi agar memudahkan kita dalam
menotol sampel (start line) dan batas
atas berfungsi agar memudahkan kita melihat batas elusi (finish line). pada masing-masing potongan diberikan tanda untuk
masing-masing pereaksi dan disisakan satu potongan untuk cadangan. Lalu setelah
semua persiapan lempeng telah siap dilakukan penjenuhan chamber yaitu eluen yang akan digunakan sebagai fase gerak
dimasukkan ke dalam chamber yang bertutup sebanyak 0,5 mm. Ke dalam eluen tersebut
kemudian dimasukkan potongan kertas saring yang dilebihkan sampai keluar dan
chamber. Jika eluen sudah membasahi minimal ¾ bagian kertas saring, ini
menunjukkan bahwa chamber tersebut sudah
jenuh dan siap digunakan. Alasan mengapa eluen harus dijenuhkan yaitu
agar tekanan dalam chamber sama agar noda yang ditotol naik secara bersamaan
dan menghasilkan noda yang lurus atau sejajar.
Setelah persiapan lempeng dan penjenuhan chamber telah
siap selanjutnya penotolan. Dimasukkan ekstrak metanol Acanthaster planci secukupnya ke dalam vial yang telah dibilas
terlebih dahulu menggunakan metanol kemudian ditambahkan pelarut
kloroform:metanol (1:1) lalu dihomogenkan, pelarut ditambahkan hingga larutan
tembus cahaya. Sampel ditotolkan pada garis batas bawah (start line) lempeng dengan menggunakan pipa kapiler secara tegak
lurus sehingga diperoleh penotolan yang sempurna. Lempeng tersebut kemudian
diangin-anginkan lalu dimasukkan ke dalam chamber yang tadi telah dijenuhkan
dengan menggunakan pinset. Posisi lempeng berdiri dengan kemiringan ± 50
dari dinding chamber. Chamber ditutup dan lempeng dibiarkan terelusi sampai
batas atas (finish line) pada bagian
atas lempeng tercapai.
Setelah lempeng terelusi dengan sempurna, kemudian
selanjutnya lempeng diangin-anginkan, bagian-bagian lempeng tersebut digunting
kemudian direaksikan dengan pereaksinya masing-masing di mana pada uji alkaloid
lempeng diteteskan dengan reagen dragendrof lalu diamati dengan mata langsung
di mana hasil positif ditandai dengan
noda yang berwarna kuning dengan latar jingga, uji fenolik dengan
menggunakan reagen FeCl3 5% lalu diamati dengan mata langsung di
mana hasil positif ditandai dengan noda yang
berwarna hitam atau biru, uji flavonoid dengan reagen AlCl3 lalu
diamati pada lampu UV 366 nm di mana hasil positif ditandai dengan noda yang
akan berflouresensi ungu, uji steroid/triterpen dengan reagen
Lieberman Bouchard lalu diamati pada lampu UV 366 nm di mana hasil positif
ditandai dengan noda yang berwarna biru
(triterpen) dan merah hijau (steroid), uji kumarin dengan reagen KOH etanolik
lalu diamati dengan mata langsung di mana hasil positif ditandai dengan noda
yang berwarna merah serta pengamatan
dibawah UV 254 nm, UV 366 nm dan semprot H2SO4 10%. Semua pengamatan
tersebut disertai dengan pengambilan gambar agar memudahkan pada saat
perbandingan.
Adapun hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada ekstrak
metanol Acanthaster planci diperoleh
hasil positif mengandung alkaloid.
Adapun faktor kesalahan dalam percobaan ini adalah karena
menggunakan pipet tetes untuk melihat kandungan dari sampel, padahal hasil yang
dihasilkan akan lebih bagus jika kita menggunakan penyemprot.
Adapun hubungan percobaan identifikasi komponen kimia
dengan dunia farmasi di mana teknik ini dapat mempersempit senyawa yang bermanfaat
sebagai bahan obat sesuai jenis senyawa yang dikandungnya.
BAB
VI
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil
percobaan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa, sampel yang digunakam pada percobaan ini adalah sampel laut
Bintang Laut (Acanthaster planci). Pada proses maserasi yang dilakukan
sebanyak dua kali pada sampel laut Bintang Laut (Acanthaster planci) di dapatkan ekstrak sebanyak 14,4860 g. Pada
proses partisi ekstraksi cair cair diperoleh ekstrak sebanyak 0,1448 g, dan
pada identifikasi ekstrak dengan pereaksi warna yang dilakukan dengan beberapa
uji, diperoleh hasil Acanthaster planci positif
mengandung alkaloid.
B.
Saran
1. Untuk
Laboratorium
Sebaiknya alat dan bahan dilengkapi agar tidak mengganggu
proses berjalannya praktikum
2. Untuk
Asisten
Mohon pengertian dan kesabarannya kak menghadapi kelompok
kami. Semoga pengorbanan yang kakak lakukan bernilai pahala oleh Allah SWT.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, I dan Budiyanto. 1996. Oseana. Jakarta: LIPI.
Aslan, W. dkk.
2011. Penuntun Praktikum Avertebrata Air.
Kendari: Universitas Haluoleo.
Hari, H.
2008. Materi Perkuliahan Avertebrata Air
Pokok Bahasan Filum Porifera. Kendari: FPIK Unhalu.
Romimohtarto, K dan Juwana, S. 2007. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang
Biota Laut. Jakarta: Djambatan.
Rusyana, A. 2011. Zoologi
Invertebrata (Teori dan Praktik). Bandung: Alfabeta.
LAMPIRAN
A. Skema
Kerja Bintang Laut (Acanthaster planci)
1) Pengambilan
Sampel
Yang terlihat segar
Dimasukkan ke dalam cool box
2) Pengolahan
Sampel
Sampel Bintang Laut (Acanthaster
planci)
Dibersihkan
Dipotong dadu
Ditimbang
3) Ekstraksi
Sampel Kromatografi Lapis Tipis
Sampel Bintang Laut (Acanthaster
planci)
Dimasukkan ke dalam toples
Ditambahkan cairan penyari (metanol)
Didiamkan 1 kali 24 jam
Disaring sampel
Filtrat yang diperoleh di rotavapor
Hasilnya di masukkan dalam wadah (mangkok)
Dikeringkan ekstrak yang diperoleh
4)
Identifikasi Komponen Senyawa Kimia
Ekstrak kering bintang laut Dibuat perbandingan eluen
(Acanthaster planci) heksan:etil asetat (3:1) 6ml
Dimasukkan ke dalam vial lalu Dimasukkan eluen ke dalam
dilarutkan dengan metano chamber
Homogenkan
(1) Dijenuhkan
chamber (2)
Digaris
plat lempeng KLT 0,5 cm di bagian atas
dan 1 cm di bagian bawah
digaris
batas lagi 1 cm dalam 7 bagian
Diaktifkan
lempeng dalam oven
Ditotol
sampel ekstrak Bintang Laut (Acanthaster
planci)
pada plat lempeng KLT
Dimasukkan lempeng ke dalam chamber (2)
Dibiarkan hingga plat lempeng KLT terelusi
Diangkat
lempeng KLT
Digunting
plat lempeng KLT berdasarkan garis yang telah dibuat
Dibagi
menjadi 7 bagian
Disemprotkan pereaksi
H2SO4 LB AlCl3 KOH FeCL3 Dragendorf
Dipanaskan
Dilihat di UV 366 dan 254 Dilihat
dengan mata langsung
Difoto hasil pengamatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar